BUTONDaerah

Kasus Wartawan Sadli, Saksi Ahli JPU Bakal Dilaporkan ke Polda Sultra

468
×

Kasus Wartawan Sadli, Saksi Ahli JPU Bakal Dilaporkan ke Polda Sultra

Sebarkan artikel ini
Dr Kaimuddin Haris, saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU saat dimintai keterangannya oleh hakim PN Pasarwajo atas kasus yang menjerat Muhammad Sadli Saleh, wartawan di Buton Tengah. Foto: Adhil/Mediakendari.com
Dr Kaimuddin Haris, saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU saat dimintai keterangannya oleh hakim PN Pasarwajo atas kasus yang menjerat Muhammad Sadli Saleh, wartawan di Buton Tengah. Foto: Adhil/Mediakendari.com

Reporter: Adhil / Editor: La Ode Adnan Irham

BUTON – Dr Kaimudin Haris bakal dilaporkan ke Polda Sultra dengan dugaan memberikan keterangan palsu dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di kepolisian, atas kasus dugaan pencemaran nama baik dan dugaan pelanggaran UU ITE yang menjerat Muhammad Sadli Saleh, wartawan Buton Tengah.

Istri Muhammad Sadli Saleh, Sitti Marfuah menyebut, Dr Kaimuddin Haris yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang, tidak memberikan keterangan sebagai ahli pidana, namun sebagai ahli ITE.

Atas kesaksiannya itu, diyakini pihak keluarga membuat Sadli Saleh harus mendekam di dalam penjara.

“Inikan aneh, tentu sebagai masyarakat yang kurang paham akan proses hukum, menilai ini terkensan dipaksakan. Kalau dia mengaku sebagai ahli pidana ya jangan mengaku sebagai ahli ITE, berarti keterangannya di BAP itu palsu tidak benar,” ungkap Sitti Marfuah dikonfirmasi, Jumat 20 Februari 2020.

Sebelumnya, kuasa hukum Muhammad Sadli Saleh, Harun Lesse SH menjelaskan, berdasarkan surat ederan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, atas disahkannya UU nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE, terdapat beberapa poin penting yang harus dipahami.

Dimana dijelaskan pada poin kedua tentang perluasan alat bukit dalam KUHP, ditetapkan berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat satu (1) dan dua (2) UU ITE, lnformasi Elektronik dan Dokumen Elektronik dan atau hasil cetaknya telah ditetapkan sebagai alat bukti hukum yang sah.

Namun demikian, sebelum penetapan alat bukti hukum yang sah, pihak penyidik harus meminta keterangan dari ahli ITE dalam hal ini melalui Departemen Komunikasi dan Informatika sebagai pihak yang berwenang. Namun dalam proses hukum hingga penetapan sebagai status tersangka, tidak ada satupun keterangan resmi ahli ITE dari Kominfo.

Saksi Ahli dalam keterangan di BAP memaparkan perbuatan Sadli memenuhi unsur Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 UU RI nomor 19 tahun 2016 perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), bunyi pasal 310 ayat (1) KUHP.

Juga memenuhi unsur Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Inikan ajaib, ahli pidana disulap jadi ahli ITE. Ini kan aneh dan jelas menyalahi aturan hukum yang berlaku,” ungkap Harun Lesse.

Untuk diketahui, Dr Kaimuddin Haris dihadirkan sebagai saksi ahli oleh JPU pada proses persindangan ke empat, Rabu 12 Februri 2020 yang lalu. Dosen Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Haluoleo Kendari itu, dihadirkan untuk memberikan keterangan berdasarkan keahliannya sebagai ahli hukum pidana.

Namun dalam memberikan keterangan terkait pandangan hukum pindana atas kasus Sadli, empat kuasa hukum Sadli dengan tegas dihadapan hakim menolak keterangan ahli yang dihadirkan JPU.

Penolakan itu berdasarkan hasil fakta persidangan yang termuat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Sadli dari pihak kepolisian, dengan jelas menerangkan saksi Dr Kaimuddin sebagai saksi ahli ITE bukan sebagai ahli pidana. (A)

You cannot copy content of this page