Reporter: Pendi
KOLAKA UTARA – Kejari Kabupaten Kolaka Utara menetapkan dua orang tersangka dalam lanjutan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang berlokasi di Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua oleh Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan Kolaka Utara.
Penetapan tersangka ini ditegaskan langsung Kepala Kejari Kolaka Utara, Teguh Imanto dalam konfrensi pers yang digelar di Kantor Kejari Kolut Senin (15/2/2021).
Menurutnya, Kedua tersangka tersebut masing-masing berinisial Fi dan Fa. Tersangka Fi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan tersangka Fa selaku pelaksana kegiatan di lapangan.
Terkait kronologis terjadinya kasus ini, Kajari menuturkan, pada tahun 2018 lalu Pemkab Kolaka Utara melalui Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan malakukan pengadaan lahan untuk TPU yang luasnya 1 hektar dengan anggaran sebesar Rp 350 juta.
Selanjutnya, ungkap Kajari, dari hasil penyidikan yang dilakukan pihaknya atas proyek pengadaan lahan TPU tersebut, telah ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi.
Sebabnya, lahan yang rencananya akan dijadikan TPU tersebut ternyata letak titik koordinatnya masuk dalam kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2017.
“Jadi berdasarkan hasil ekspose yang kami lakukan Kamis (11/2/2021) lalu, kami berkesimpulan dalam kasus ini daerah telah mengalami kerugian keuangan sebesar 350 juta, akibat transaksi pembayaran atas tanah yang masuk dalam kawasan hutan,” tegas Kajari.
Di samping itu, lanjut Kajari, dari hasil penyidikan yang dilakukan juga ditemukan banyak kesalahan dalam proses pengadaan lahan TPU dimaksud, salah satunya yakni Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kolut selaku leading sektor dari proyek pengadaan lahan tersebut tidak pernah meminta izin khusus dari kepala daerah atas pengadaan lahan tersebut.
Padahal, ungkap Kajari, sesuai dengan konsep pengelolaan tata ruang daerah yang ada di Kolut, seharusnya lokasi tanah tersebut tidak masuk dalam konsep tata ruang sebagai daerah makam.
Olehnya itu, kata Kajari, jika lahan dimaksud ingin dimanfaatkan sebagai kawasan pemakaman, seharusnya KPA atau pelaksana kegiatan bisa meminta izin khusus kepada Bupati, namun ternyata izin khusus tersebut tidak ada.
“Jadi dalam hal ini bupati sudah menetapkan aturan-aturan namun ternyata aturan itu tidak dilaksanakan, sementara kegiatan pengadaan lahan tersebut tetap berjalan dan sudah dilakukan transaksi pembayan. Dan faktanya lagi lahan itu ternyata masuk dalam kawasan hutan,” ungkap Kajari.
Kajari menambahkan, usai penetapan dua tersangka ini, pihaknya masih akan kembali melakukan pemeriksaan-pemeriksaan sehubungan dengan telah ditetapkannya tersangka dalam kasus ini. (b)