Reporter: Erlin
Editor: Kardin
ANDOOLO – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) tercatat hingga tahun 2019, mencapai 20 kasus. Angka tersebut dapat dikatakan menurun dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2018 terdapat 30 kasus.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Konsel, Yuliana mengatakan, dari rentetan kasus tersebut yang paling mendominasi adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kemudian pemerkosaan.
“Adapun perbandingan dari tahun 2018 dan 2019, untuk kasus pemerkosaan di 2018 ada 15 kasus, di 2019 enam kasus, kemudian kasus pelecehan seksual, di 2018 tidak ada, 2019 terdapat empat kasus, sementara untuk kasus kekerasan terhadap anak. Ditahun 2018 tidak ada kasus, 2019 tiga kasus,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu, (22/1/2020).
Lanjut Yuliana, untuk Kasus penelantaran anak terdapat empat kasus di 2018 dan dua kasus di tahun 2019, disusul kasus pencabulan empat kasus di 2018 dan satu kasus pada 2019.
“Sementara untuk kasus Human Traficking dan penelantaran bayi. Alhamdulillah di dua tahun tersebut tidak ada kasus,” kata yuliana.
Namun untuk kasus pencabulan, sambung Yulianan, untuk tahun 2018 terdapat empat kasus dan di tahun 2019 hanya satu kasus. Sementara untuk kasus KDRT terdapat enam kasus di 2018, sebelas kasus di 2019.
Sementara kasus perdagangan anak hanya terdapat satu kasus yakni ditahun 2018, begitu juga dengan kasus eksploitasi anak dan penganiayaan hanya ada di tahun 2019.
“Kasus Eksploitasi anak terdapat satu kasus dan penganiayaan, enam kasus itu hanya ditahun 2019, di tahun 2018 tidak ada,” terangnya.
Yuliana menambahkan, beberapa faktor utama dari penyebab berbagai macam kasus tersebut, yaitu kurangnya perhatian dari orang tua, kurangnya ilmu pengetahuan dan pengaruh lingkungan anak pada saat bermain yang lepas dari pengawasan.
Selain itu, pengaruh lainnya yaitu kemajuan teknologi, di mana saat ini anak-anak dibebaskan oleh orang tua menggunakan gadget/smartphone, juga menjadi faktor pemicu terjadinya sebuah kasus yang penggunaan gadget yang berlebihan.
“Untuk menekan meningkatnya angka tersebut, kami sudah sosialisasikan tentang hal itu, baik di sekolah dan masyarakat, terhadap penggunaan gadget pada anak-anak agar orang tua dapat membatasi dan diberikan waktu-waktu tertentu, serta tetap melakukan pengawasan dan pendampingan,” terangnya.
Kemudian, sesuai dengan tupoksi dari DPPPA, yaitu sebagai pendamping bagi anak-anak maupun perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan, pihaknya menerima siapa saja masyarakat yang menjadi korban untuk melapor dan akan melakukan pendampingan apabila suatu kasus akan diajukan ke ranah hukum.
“Sejauh ini masyarakat sudah menerima tugas dan fungsi kami sebagai DPPPA pendamping bagi anak-anak maupun perempuan yang mendapatkan kasus, hanya saja kita tidak memiliki anggaran lebih untuk dapat mengentaskan permaslahan ini,” paparnya.