KENDARI– Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali mencatatkan deflasi namun dengan level yang lebih rendah, yaitu sebesar 0,65% (mtm) dibandingkan dengan deflasi bulan lalu sebesar 1,62% (mtm).
Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPwBI Sultra, Surya Alamsyah mengatakan deflasi terutama disebabkan oleh berlanjutnya penurunan harga pada kelompok bahan makanan utamanya ikan segar dan sayur-sayuran. Secara spasial, Kota Kendari dan Kota Baubau mencatatkan deflasi masing-masing sebesar 0,54 persen (mtm) dan 0,96 persen (mtm).
“Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan Sultra tercatat sebesar 1,40 persen (yoy) dengan inflasi tahunan untuk Kota Kendari sebesar 1,70 persen (yoy) dan Kota Baubau sebesar 0,61 persen (yoy),” ungkap Surya melalui keterangan rilisnya, Selasa (02/10/2018).
Ia menjelaskan, perkembangan harga di Sultra searah dengan perkembangan nasional yang pada September 2018 juga mencatatkan deflasi yakni sebesar 0,18 persen (mtm) sehingga secara tahunan inflasi tercatat sebesar 2,88 persen (yoy).
Dijelaskan, berdasarkan penyebabnya, deflasi yang terjadi terutama didorong oleh penurunan tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Cuaca yang kondusif menjadi faktor utama yang melatarbelakangi penurunan harga pada kelompok bahan makanan, terutama komoditas ikan segar dan sayur-sayuran.
“Kemudian komoditas ikan segar pada September tercatat mengalami deflasi sebesar 3,05% (mtm), dipicu oleh penurunan harga pada beberapa jenis ikan diantaranya ikan kembung, ikan cakalang, ikan bandeng dan ikan rambe. Penurunan harga lebih dalam terjadi pada komoditas sayur-sayuran yang tercatat mengalami deflasi sebesar 10,07% (mtm),” ujarnya.
Dia menuturkan, untuk komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi yang cukup dalam, terutama tomat sayur, kacang panjang dan bayam masing-masing sebesar -32,69% (mtm), -15,46% (mtm) dan -9,08% (mtm). Namun deflasi pada kelompok bahan makanan tersebut sedikit tertahan dengan inflasi yang terjadi pada beberapa komoditas seperti ikan layang, dan terong panjang.
Meskipun Sultra mengalami deflasi, namun kata dia, capaian tersebut tertahan oleh inflasi yang terjadi pada enam kelompok komoditas selain makanan, terutama kelompok kesehatan, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Lanjutnya, kelompok komoditas lain yang mengalami peningkatan tekanan inflasi yakni kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan akibat adanya peningkatan harga pada tarif angkutan udara sebesar 2,98% (mtm). Kenaikan harga avtur mendorong terjadinya peningkatan batas tarif bawah yang akhirnya mendorong terjadinya peningkatan harga tiket angkutan udara.
Dia menambahkan, upaya pengendalian inflasi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra dengan meningkatkan koordinasi dalam rangka mendorong terwujudnya kerjasama antar daerah di Sultra.
“Kerjasama antar daerah tersebut diharapkan mampu menyeimbangkan stok komoditas di seluruh daerah sehingga meminimalkan ketimpangan harga,” tutupnya.(b)
Reporter Waty