NEWS

Kota Kendari Termasuk Daerah Percontohan yang Baik Dalam Penanganan Stunting

769
ilustrasi stunting

KENDARI, Mediakendari.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) dinyatakan sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam pembelajaran atau contoh baik dalam pelaksanaan penanganan stunting, selain kabupaten Cianjur dan Kebumen setelah berhasil menurunkan prevalensi stunting kira-kira 4,5 digit. Dari 24,0 persen di 2021 menjadi 19,5 persen di 2022 (SSGI 2022).

Penjabat (Pj) Wali Kota Kendari, Asmawa Tosepu menilai kunci keberhasilan itu karena seiring dengan dibentuknya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat kota, kecamatan dan kelurahan yang berjalan sesuai harapan. Pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) juga menjadi pendorong diraihnya predikat itu. Keberadaan TPK  dikuatkan melalui SK Wali Kota Kendari Nomor 28 Tahun 2023.

“Selain membentuk TPPS dan TPK tingkat kelurahan, kami juga membentuk gerakan dan Satgas Orang Tua Asuh Atasi Stunting, melakukan kerjasama MoU bersama Baznas dan Kementerian Agama  Kendari dalam rangka meningkatkan komitmen bersama dalam pencegahan stunting bagi calon pengantin,” ujarnya

Guna lebih memantapkan kegiatan percepatan penurunan stunting di Kota tersebut, hingga tingkat provinsi, pemerintah setempat menggelar  kegiatan Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Tingkat  Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilaksanakan di Aula Samaturu Balaikota Kendari, Kamis 14 September 2023.

Kegiatan tersebut merupakan lanjutan dari rangkaian kunjungan lapangan atau site visit ke Provinsi Sultra oleh Tim Monitoring dan Evaluasi Terpadu Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Ikut di dalam kunjungan itu  beberapa kementerian/ lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan,  Sekretariat Wakil Presiden RI, Bappenas, Kantor Sekretariat Presiden, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kementerian Agama.

Dilaksanakan secara hybrid, kegiatan ini dihadiri juga  peserta daring dan luring dari TPPS Provinsi Sultra dan Kota Kendari , perangkat daerah terkait stunting di Sultra dan Kota Kendari, Perwakilan BKKBN Sultra, Kanwil Agama Sultra, PKK, perguruan tinggi, ketua organisasi keagamaan, IBI, IAKMI, PERSAGI, APINDO, TVRI Sultra dan RRI Kota Kendari.

Momen ini, maksudnya kegiatan evaluasi terpadu ini, menjadi wadah diskusi interaktif terkait progress capaian dan hasil rekomendasi tindak lanjut  paska roadshow dan pendampingan terpadu oleh Menko PMK serta penyusunan tindak lanjut dari TPPS Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Secara daring, Kepala BKKBN , dokter Hasto memberikan arahan pada kegiatan. Kepala BKKBN mengatakan stunting merupakan persoalan yang ada, nyata dan berlangsung lama sehingga diperlukan upaya-upaya yang terintegrasi.

Presiden dan Wakil Presiden, kata dokter Hasto, mempunyai perhatian besar terhadap program percepatan penurunan stunting dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Ini sebagai salah satu strategi menghadapi bonus demografi tahun 2030.

“Prevalensi stunting kita tahun 2022 masih di angka 21,6 persen.  Angka ini sebetulnya sudah cukup baik jika kita bandingkan dengan prevalensi pada tahun 2018 yang berada di angka 30,8 persen,” ujar dokter Hasto.

Artinya, dalam empat tahun terakhir, prevalensi stunting mengalami penurunan sebesar 9,2 persen. Jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada periode 2013 – 2018 yang dapat menurunkan pervalensi sebesar 6,4% dalam lima tahun, penurunan yang terjadi pada periode 2018 – 2022 adalah 1,5 kali lebih cepat.

Namun, dokter Hasto menyebutkan dengan target sebesar 14 persen  tahun 2024, bangsa ini  masih harus menurunkan prevalensi sebesar 7,6 persen dalam waktu tersisa, yaitu 2023 dan 2024. Dengan mengacu pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, target ini tentu saja tidak akan mudah dicapai.

Keluarga menjadi tumpuan dalam penurunan stunting, dan karenanya dokter  Hasto mengemukakan bahwa 8 Fungsi Keluarga dan upaya keluarga melakukan pencegahan stunting perlu dioptimalkan.

Juga pengukuran berat badan dan tinggi badan anak sangat penting dilakukan dengan presisi yang  tepat dan benar oleh bidan dan tenaga terlatih. Karena  kualitas pengukuran dan penimbangan pada balita akan menentukan apakah balita tersebut stunting atau tidak.

Perhatian pemerintah daerah juga perlu ditingkatkan terhadap rumah tak layak huni dan asupan gizi protein hewani keluarga risiko stunting (KRS)

Dokter Hasto juga mengatakan setiap KRS harus mendapatkan paket lengkap intervensi kunci yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk memastikan akses dan pemanfaatan layanan lengkap dari setiap individu sasaran atau KRS, diperlukan pendekatan konvergensi di setiap tingkat administratif, mulai dari pusat – antar kementerian/lembaga; tingkat daerah – lintas OPD; dan tingkat desa/kelurahan  dan antar pelaku program.

“Bahkan kita harus memperluas dengan pendekatan pentahelix, yang melibatkan unsur perguruan tinggi, swasta, hingga komunitas media,” papar dokter Hasto.

Dalam program Percepatan Penurunan Stunting, terdapat ‘ranting’ kegiatan berupa  Pemberian Makanan Tambahan  bersumber dari DAK, Kemenkes, Dana Desa, PKH , dan dari Kemitraan Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS). Untuk itu, dokter Hasto menitip agar semua dimanfaatkan secara maksimal dan tepat penggunaannya.

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version