EKONOMI & BISNISFEATUREDKendari

KPwBI : Komoditas Bahan Makanan Kembali Picu Inflasi Sulawesi Tenggara

560
×

KPwBI : Komoditas Bahan Makanan Kembali Picu Inflasi Sulawesi Tenggara

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Minot Purwahono menyebutkan, inflasi Sultra pada Januari 2018 masih terkendali dalam kisaran sasarannya dan komoditas makanan kembali picu inflasi, Minggu (04/02/2018).[sg_popup id=”8″ event=”onload”][/sg_popup]

Dijelaskan, secara bulanan inflasi tercatat sebesar 0,62 persen (mtm), menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 0,70 persen (mtm). Secara tahunan, Sultra mengalami inflasi sebesar 2,83 persen (yoy) atau berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018 yaitu 3,5 persen ±1 persen (yoy).

Katanya, secara spasial, Kota Kendari maupun Kota Baubau kembali mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 0,59 persen (mtm) dan 0,70 persen (mtm). Kelompok Volatile Food (VF) kembali memberikan andil bulanan terbesar kepada inflasi Sultra yakni sebesar 0,59 persen (mtm) sehingga secara tahunan tercatat sebesar 6,74 persen (yoy).

“Secara umum inflasi dari kelompok volatile food masih didorong oleh bahan makanan terutama komoditas jenis ikan, beras dan sayur-sayuran baik yang terjadi di Kota Kendari maupun Kota Baubau,” ungkap Minot dalam releasenya.

Tingginya inflasi ikan segar, lanjut Minot, masih merupakan dampak dari menurunnya kapasitas produksi. Karena pembatasan penangkapan ikan di beberapa wilayah perairan Sultra dan pembatasan operasional kapal dari luar Sultra serta cuaca yang belum kondusif.

Dia juga mengatakan, inflasi yang terjadi pada komoditas beras lebih disebabkan karena dampak dari peningkatan permintaan yang berasal dari Pulau Jawa, meskipun pasokan beras Sultra relatif stabil. Secara spasial, komoditas volatile food yang mempengaruhi inflasi Kota Kendari adalah bandeng atau bolu, tomat buah, telur ayam ras, daging ayam ras, pepaya dan kembung atau gembung.

“Walaupun di Kota Baubau ikan kembung atau gembung justru menjadi salah satu penyumbang deflasi. Sedangkan di Kota Baubau, inflasi didorong oleh selar atau tude, katamba, baronang, cumi, kangkung dan bayam,” jelasnya.

Minot juga menuturkan, peningkatan inflasi pada kelompok volatile food sedikit tertahan oleh deflasi pada sawi hijau di kedua kota tersebut, selain ikan ekor kuning, kacang panjang, kol putih atau kubis, cabai rawit, bawah merah dan apel.

Sambungnya, Inflasi inti relatif terjaga yaitu sebesar 0,08 persen (mtm). Ini tentu menurun dibandingkan bulan lalu sebesar 0,20 persen (mtm).

“Beberapa komponen yang mempengaruhi inflasi inti Kota Kendari ialah jantung pisang, celana panjang jeans, sabun detergen bubuk atau cair, dan celana panjang sersin,” ucapnya.

Sementara itu, lanjutnya, kelompok administered prices mencatatkan deflasi sebesar 0,17 persen (mtm) dan secara tahunan sebesar 1,56 persen (yoy). Hal ini menurun dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,23 persen (yoy).

“Untuk deflasi tersebut antara lain disumbang oleh deflasi yang terjadi pada harga angkutan udara di Kota Kendari maupun Kota Baubau masing-masing sebesar 1,28 persen (mtm) dan 7,59 persen (mtm) seiring dengan turunnya permintaan pasca musim liburan akhir tahun,” cetusnya.

Minot menambahkan, dalam menyikapi perkembangan terkini dan memperhatikan resiko kedepan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra terus mencermati perkembangan harga yang terjadi dan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan sebagaimana dibahas dalam High Level Meeting tanggal 17 Januari 2018.

“TPID juga tetap melakukan koordinasi untuk memastikan ketersediaan stok bahan makanan Sultra antara lain dengan mendorong kerjasama antar daerah dan pelaksanaan operasi pasar,” pungkasnya.

Reporter : Waty
Editor: Jubirman

You cannot copy content of this page