FEATUREDMUNA

Langgar Aturan, Penegak Hukum Diminta Lidik Proyek Reklamasi Laut Motewe di Muna

493

RAHA – Reklamasi laut motewe terbukti telah melanggar aturan, karena tidak dilengkapi dengan izin dokumen lingkungan yang lengkap. Makanya mega proyek yang telah menghabiskan anggaran sebanyak Rp 27 Milliar itu telah dihentikan pengerjaannya untuk sementara. Anggaran Rp 3 Milliar untuk pembuatan taludnya juga dipending.

Nah, untuk menindaklanjuti hal itu, aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan mestinya sudah dapat melakukan penyelidikan. Dasarnya, rekomendasi dari dewan untuk menghentikan pekerjaan itu karena tidak memiliki izin analisis dampak lingkungan (Amdal) dan tidak termasuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Anggota Komisis II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Muna, Mahmud merasa yakin terhadap penegak hukum yang tak akan tinggal diam menyikapi permasalahan pada proyek seluas 288 hektar itu.

“Dengan tidak adanya dokumen lingkungan itu, polisi atau kejaksaan sudah bisa masuk untuk melakukan penyelidikan terhadap proyek yang sudah menghabiskan anggaran Rp 27 Milliar itu,” kata Mahmud kepada Mediakendari.com, Senin (3/12/2018).

Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pemkab beberapa waktu lalu, Dewan telah merekomendasikan menghentikan proyek reklamasi pantai seluas 288 hektar itu dan memending anggaran pembuatan talud sebesar Rp 3 M di APBD-P.

“Jika Pemkab berani memerintahkan kontraktor melanjutkan pembangunanya, kita akan melakukan langka-langkah tegas. Karena sesuai saran dari BPKP kalau rekomendasi diabaikan, dewan bisa melakukan penyegelan terhadap kegiatan itu,” tegasnya.

Sejak awal proyek reklamasi pantai itu sudah diendus akan bermasalah. Pertama, syarat-syarat dokumen tidak dipenuhi. Padahal saat pembahasan anggaran tahun 2017 dan 2018, Pemkab berjanji sebelum memulai pekerjaan akan melengkapi  dokumenya, khususnya mengenai izin lingkungan. Faktanya yang terjadi adalah proyek menumpang pada izin penimbunan dermaga milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2016 lalu.

Dari izin DKP itu kemudian diterbitkn DELH dan DPLH. Dokumen itu bukan menjadi dasar. Karena, kegiatan itu bukan kegiatan lama dibawa tahun 2016, melainkan kegiatan baru yang dilaksanakan tahun 2017. Lalu soal izin lokasi yang berkaitan dengan kawasan hutan mangrove, sesuai Permen No.122, kegiatan reklamasi pantai diatas 25 hektar izin lokasi merupakan kewenangan pemerintah pusat.

“Ini bicara soal konservasi, seharusnya izinya dari pusat,” imbuhnya.

Menurut anggota DPRD tiga periode itu,  kegiatan reklamasi pantai Motewe mirip dengan reklamasi di DKI Jakarta yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pembangunan dikebut walau belum memiliki izin lingkungan. “Ini ibaratnya Pemkab Muna sama dengan Ahok, kerja dulu sambil urus izin. Tapi anehnya, sampai pekerjaan mau selesai izinnya belum ada. Ini kan gaya-gaya lama semuanya,” tukasnya. (A)

Reporter: Erwino


You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version