LASOLO – PT Sultra Jembatan Mas (SJM) adalah salah satu pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berlokasi di Desa Waturambaha Kecamatan Lasolo Kepulauan Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Melalui kerjasamanya dengan PT Konikel (Kontraktor Mining) telah melakukan kegiatan penambangan serta penjualan dalam negeri ore nikel yang dikapalkan berkisar tiga tongkang.
Namun, aktivitasnya tersebut menuai banyak laporan dan kritikan dari berbagai kalangan, dikarenakan perisahaan tambang ini diduga telah melakukan ilegal mining. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Ketua Lembaga Masyarakat Peduli Tambang (Lempeta) Konut, Ashari.
“Saya menantang dan berani katakan bahwa hal itu bukan lagi indikasi tapi sudah kenyataan, yang harus diketahui bahwa beginilah carut marutnya regulasi pertambangan yang ada di Sultra baik sebelum berlakunya UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maupun sesudahnya, sama saja,” ujar Ashari dalam Rilisnya, Rabu (21/3/2018).
Ashari menjelaskan, jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra, dalam hal ini Dinas ESDM memiliki niat untuk menata dengan baik pertambangan, maka harus berani mencabut IUP PT JSM.
“Supaya punya Taring melawan pelaku mafia pertambangan, bukan justru memelihara atau membiarkannya,” tegasnya.
BACA JUGA: Soal Pengiriman Ore, Lempeta Konut: Kantor Pelabuhan Harus Tegas
Ia juga membeberkan beberapa poin kesalahan yang dilakukan perusahaan tambang tersebut. Pertama katanya, PT JSM belum melaksanakan persentase RKAB, RKTTL, dan tidak memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT) standar sertifikat POP.
“Tugas pengawasan inspektur tambang mana? jangan enakan saja tunggu gaji tapi tidak kerja,” tanya dia.
Kedua, Izin Pelabuhan Khusus (Pelsus) belum mengantongi izin pembangunan, terlebih lagi Izin Pengoperasian Pelabuhan oleh Dirjen Kementrian Perhubungan.
“Kok Syahbandar Langara berani keluarkan SIB? padahal sebelum proses tahapan itu juga harus rekomended dari ESDM yakni rekomendasi surat keterangan terkait kelayakan termasuk asal usul barang,” paparnya.
Ketiga, ironisnya PT JSM telah mengobrak-abrik kawasan hutan tanpa menunjukkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementrian Kehutanan.
Ashari juga juga mengungkapkan, jauh sebelum masalah tersebut terkuak, tim dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Konut XIX Unit Laiwoi Utara telah melaporkannya di Gakum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun penindakannya juga tidak jelas.
“Untuk itu saya tegaskan kepada tiga instansi tersebut sebagai Stakeholder, jangan main-main dengan persoalan ini sebab pelanggaran yang dilakukan PT SJM bukan saja Ilegal Mining tapi lebih pada kerugian negara yang diakibatkan kerusakan lingkungan. soal ini dalam waktu dekat kami akan laporkan kepada Deputi Pencegahan Korupsi di Bidang Pertambangan KPK,” pungkasnya.