Reporter : Fahruq
Editor : Kang Upi
KENDARI – Ratusan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) menghadiri dialog publik bertajuk ‘Potensi Ekonomi Kreatif Untuk Anak Muda Sulawesi Tenggara’, yang digelar di Auditorium Mokodompit, Rabu (20/2/2019).
Dialog yang menghadirkan para pakar Nasional ini mendapat sambutan positif mahasiswa. Terbukti dengan banyaknya mahasiswa, yang memadati tempat digelarnya dialog.
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo dalam materinya, menjelaskan bahwa pemerintah berkomitmen memfasilitasi usaha kreatif anak muda Indonesia.
“Tak lama lagi 100 persen seluruh wilayah Indonesia terkoneksi internet. Proyek Palapa Ring menyambungkan backbone dengan broadband berkecepatan tinggi,” jelasnya.
Dengan fasilitas tersebut, Eko Sulistyo mengharapkan untuk memulai embrio usaha rintisan atau start-up. Diutarakannya, beberapa perusahaan rintisan yang kini meraksasa, mengawali perjuangan dengan bantuan pemerintah.
“Teruslah berjuang menjadi entrepreneur dan technopreneur. Manfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah, di antaranya melalui Bekraf,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Informasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Kominfo Septriana Tangkary menerangkan, bahwa Kemkominfo mencanangkan ‘Gerakan Nasional 1000 Start Up’, untuk mewujudkan Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia di Tahun 2020.
Gerakan dicanangkan, dengan menciptakan tech-startup memanfaatkan teknologi digital untuk anak muda Indonesia. Ia juga menyebut, potensi ekonomi kreatif anak muda Sulawesi Tenggara cukup.
“Percuma kita memiliki internet of things tanpa ada inovasi dari anak-anak muda. Kreativitas akan mendorong inovasi, sehingga memberikan nilai tambah pada produk kreatif kita,” jelasnya.
Ia juga menyebut, saat ini sudah ada 314 perusahaan rintisan baru yang lahir melalui program ini. Jumlah tersebut merupakan bagian kecil dari target 1.000 startup dengan total valuasi USD 10 Miliar, di tahun ini.
Membawakan materinya, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari menjelaskan, Bekraf menyiapkan Rp 89 miliar dana pemerintah untuk ruang kreatif dan teknologi informasi komunikasi. Dan Rp 9 miliar bantuan permodalan non perbankan.
“Subsektor ekonomi kreatif yang difasilitasi Bekraf antara lain, aplikasi dan pengembang permainan, arsitektur, desain komunikasi visual, kuliner, kriya, musik, penerbitan, periklanan, film, animasi, dan juga seni pertunjukan,” terangnya.
Kepada para mahasiswa, Hari meminta anak muda Sultra membuat produk kreatif berbasis digital yang mengangkat kearifan lokal.
“Ciptakan produk ekonomi kreatif. Bawa kekayaan dan kearifan lokal ekonomi kreatif kita ke dunia luar. Karena masa depan ekonomi kreatif, termasuk di Sultra, sangatlah besar,” katanya.
Penyampaian para pemateri ini senada dengan pemaparan Rektor UHO Prof Muhammad Zamrun bahwa ekonomi kreatif bakal menjadi tantangan bagi hampir 50 ribu mahasiswa UHO.
“Kami harap mahasiswa tidak hanya beriorientasi menjadi pegawai negeri, tapi bisa memanfaatkan kearifan lokal dan menjadi wirausahawan baru di era Revolusi Industri 4.0,” papar mantan Dekan FMIPA UHO ini.
Dikesempatan yang sama, Kepala Biro Kerjasama Komunikasi Publik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Harmin Ramba menekankan, bahwa potensi ekonomi kreatif untuk anak muda Sultra sangatlah besar. Potensi ini perlu dibangun agar masyarakat tidak mengandalkan pertambangan.
“Terbukti, kita tidak memiliki fundamental ekonomi kuat di sektor tambang. Ekonomi kreatif ini sektor baru yang menjanjikan harapan,” katanya.
Ia juga menyebut, jika era Gubernur Ali Mazi menjadikan ekonomi kreatif sebagai sektor unggulan. Hal itu salah satunya tercermin dalam pengembangan sektor wisata melalui, beragam festival budaya.
“seperti Festival Budaya Tua Buton Bau Bau, Festival Pulau Tomia, Festival Tukang Besi, Festival Barata Kaledupa dan Wakatobi Wave,” ujarnya.
Menanggapi digelarnya dialog publik ini, Abdul Jalil Saban Hidayat, mahasiswa Fakultas Kesehatan Lingkungan UHO mengungkapkan, jika dialog bermanfaat dan menginspirasi dirinya.
“Saya terpanggil untuk berinovasi dan mengembangkan wisata berbasis dana desa seperti Puncak Masalili di kampung saya,” ujarnya.
Senada hal tersebut, Monika Alfiani, mahasiswi Jurusan Administrasi Publik FISIP UHO juga mengaku termotivasi dengan kegiatan ini, khususnya menghadapi Revolusi Industri 4.0.
“Harus diakui mental generasi muda seperti kami belum kuat. Kami kerap ragu melangkah untuk bisa mengembangkan kreativitas. Acara seperti ini sangat membantu mengarahkan dan memotivasi kami,” ungkapnya. (A)