FEATUREDHUKUM & KRIMINALNASIONAL

MUI Meminta Hormati PN Medan Atas Putusan Penistaan Agama Meiliana

696
×

MUI Meminta Hormati PN Medan Atas Putusan Penistaan Agama Meiliana

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – MUI meminta kepada semua pihak untuk menghormati Putusan Pengadilan Negeri (PPN) Medan yang memvonis Meiliana penjara selama 18 bulan karena tuduhan melakukan penistaan agama.

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengaku sangat menyesalkan atas banyaknya pihak yang berkomentar tanpa mengetahui perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat.

Seakan-akan masalahnya hanya sebatas pada keluhan Ibu Meiliana terkait dengan volume suara azan yang dianggap terlalu keras.

“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” katanya di Jakarta Pusat, Jum’at (24/8/2018)

Zainut mengungkapkan, bahwa kasus seperti yang dialami oleh Meiliana pernah terjadi juga terhadap Ibu Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis. Dan juga kasus Saudara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jakarta.

“Hendaknya masyarakat lebih arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini, karena hal ini menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu masalah isu agama,” pungkas Zainut

Jangan membuat pernyataan yang justru dapat memanaskan suasana dengan cara menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melawan putusan pengadilan. Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada,” lanjutnya.

Selain itu, MUI juga berharap agar masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari berbagai kasus yang terjadi di republik ini serta jangan mudah terprofokasi sehingga tidak memunculkan konflik dimasyarakat.

“Dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghomati, toleransi dan sikap empati satu dengan lainnya, sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat,” tandas Waketum MUI tersebut. (a)


Reporter : Suriadin

You cannot copy content of this page