FEATUREDKendariMETRO KOTAOPINIPOLITIKSULTRA

Netralitas Aparatur Sipil Negara, Mungkinkah?

939
×

Netralitas Aparatur Sipil Negara, Mungkinkah?

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) atau pun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sering kali masyarakat diperdengarkan dengan kata netralitas. Dalam konteks Pemilu atau pun Pilkada, akan timbul pertanyaan benarkah netral yang kemudian dikenal dengan netralitas dapat terwujud atau ini hanya jargon politik dari penguasa atau pembuat Undang-Undang (UU).[sg_popup id=”18″ event=”onload”][/sg_popup]

Dalam Pemilu dan Pilkada, katanetralitas sering kali disematkan kepada tiga institusi yaitu POLRI, TNI dan ASN. Pertanyaannya benarkah Netralitas dapat diterapkan pada ketiga institusi ini. Jika merujuk pada UU terhadap ketiga Insititusi,maka memang ketiga institusi ini harus netral dan untuk TNI/POLRI bahkan tidak memiliki hak pilih yang diatur dalam Undang-Undang Kepolisian dan UU TNI.

Lalu bagaimana dengan ASN? Dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pada pasal 2 ayat huruf  FASN tunduk pada asas netral. Hal senada disebutkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB), Asman Abnur menyatakan,

Berdasarkan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun,”(dikutip dari berita hukumonline yang berjudul, Ini Larangan dan Sanksi Bagi PNS yang Terlibat Politik Praktis).

Dengan adanya aturan ini,harapannya ASN tidak terlibat aktif dalam politik karena aturannya ASN harus netral. Tetapi ternyata dalam pelaksanaannya ditemukan ASN tidak netral,bahkan melakukan upaya keberpihakan kepada salah satu Pasangan Calon (Paslon). Keberpihakan oknum ASN kepada salah satu Paslon dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu;

  1. Calon Bupati/Wali Kota/Gubernur masih menjabat sebagai Bupati/Wali Kota/Gubernur saat maju sebagaicalon sehingga dapat mempengaruhi ASN dibawahnya.
  2. Calon Bupati/Wali Kota/Gubernur yang maju, masih memiliki keterkaitan politik,keluarga ataupun kelompok dengan Bupati/Wali Kota/Gubernur yang masih menjabat. Bupati/Wali Kota/Gubernur yang masih menjabat dapat saja mengintervensi ASN untuk mendukung calon yang didukung oleh Bupati/Wali Kota/Gubenur.
  3. Oknum ASN khawatirkehilangan jabatan jika tidak mendukung.
  4. ASN masih memiliki hak suara untuk memilih.

Jadi sebenarnya, walaupun ada UU maka kekhawatiran ASN akan berpihak akan terus berlangsung,setidaknya keberpihakan yang paling akhir ketika berada di bilik suara untuk mencoblos Paslon.Pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi agar ASN bisa netral dengan beberapa larangan yang didasarkan aturanyang dapat diuraikan di bawah ini;

  1. ASN dilarang melakukan pendekatan terhadap Partai Politik (Parpol) terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah;
  2. ASN dilarang memasang spanduk atau baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah;
  3. ASN dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah;
  4. ASN dilarang menghadiri deklarasi bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakalPaslon atau atribut Parpol;
  5. ASN dilarang mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar ataufoto Paslon kepala daerah melalui media online maupun media sosial;
  6. ASN dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan ataugerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan;
  7. ASN dilarang menjadi pembicara atau narasumber pada kegiatan pertemuanParpol.

Selain itu hal tersebut, ASN juga dilarang membagi uang, beras, sarung ataupun bentuk barang lainnya yang biasa digunakan olehPaslon dalam mempengaruhi pemilih. Kemudian sanksi terhadap ASN yang tetap terlibat aktif dalam berpolitik dan mendukung Paslon dapat dikenakan sanksi sebagai berikut;

Hukuman Disiplin Sedang yaitu;

  1. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
  2. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
  3. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

Hukuman Berat yaitu;

  1. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
  2. Pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih rendah;
  3. Pembebasan dari jabatan;
  4. atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai ASN:

Pemberlakuan hukuman terhadap ASN yang tidak menjaga netralitas didasarkan pada

Peraturan Pemerintah Nomor: 53 tentang Disiplin ASN dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2010 tentang Disiplin ASN.

Adanya aturan yang melarang ASN berpolitik secara aktif seharusnya disosialisasikan oleh Pemerintah,tetapi ternyata hal tersebut masih belum maksimal. Hal ini dapat dilihat setiap kali ada Pilkadamaka mesin yang paling efektif untuk memenangkan salah satuPaslon adalah ASN. Karena kondisi ini sulit dideteksi walaupun Menpan RB sudah memberikan peringatan. Tetapi praktek melibatkan ASN ataupun sebaliknya ASN yang melibatkan diri secara aktif dalam Pilkadamasih terus berlangsung.

Jelang Pulgub Sultra yang akan dilangsungkan serentak juga di beberapa daerah di Indonesia, ternyata praktek melibatkan dan terlibat secara aktif ASN masih saja terlihat. Untuk itu, selain peran penyelenggara dalam hal KPU dan Bawaslu, peran penting juga darimasyarakat untuk mengawasi keterlibatan ASN.

Masyarakat diharapkan jika mendapati ada oknum ASN yang diduga melakukan politik aktif,maka dapat melaporkan ke pengawasa lapangan, pengawas kecamatan, pengawas kabupaten dan Badan Pengawas Pemilu di tingkat provinsi. Masyarakat dapat pula melapor ke kelompok masyarakat yang membuka poskopengaduan dan pengawasan.

Masyarakat harus siap mengawasi dan melaporkan dengan taglineatau jargon “Awasi dan Laporkan.”

Penulis: Direktur LBH Kendari, Anselmus A R Masiku

You cannot copy content of this page