Jakarta – Di era digital, ancaman yang datang tak lagi bersifat konvensional. Tidak hanya lewat ancaman militer yang bersifat fisik. Namun ancaman yang massif menyasar via jalur maya. Dan, faktanya ancaman siber dari tahun ke tahun terus meningkat. Diperlukan upaya serius menangkal itu.
Demikian catatan penting Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di acara, “
Diskusi Panel tentang Kesiapan Kemendagri di sisi Tata Kelola, SDM dan Teknologi Keamanan Siber untuk Mengawal dan Mewujudkan Good Governance,” di Jakarta, Selasa (24/7).
Menurut Tjahjo, era digital, adalah era dimana komunikasi tak lagi terhalang batas-batas fisik geografis. Tentu, ini sebuah lompatan besar. Namun, seiring itu, wajah ancaman pun berubah. Ancaman tak lagi lewat cara konvensional, mengandalkan kekuatan militer. Tapi ancaman masuk lewat kanal informasi.
“Infrastruktur informasi kritis merupakan titik serang paling krusial,” kata Tjahjo.
Dan faktanya serangan siber kian meningkat, kata Tjahjo. Data Kementerian Komunikasi dan Informasi mencatat peningkatan serangan siber dari tahun ke tahun.
Pada 2014, serangan siber berdampak pada 11 juta identitas. Meningkat pada 2015, menjadi 13 juta. Kemudian naik lagi pada 2016, dimana serangan siber berdampak pada 15 juta identitas.
“Pada tahun 2017 Indonesia sendiri tercatat sebagai 10 negara yang menjadi target penyerangan siber,” katanya.
Kementerian Dalam Negeri, sebagai kementerian besar dan utama, lanjut Tjahjo tentu harus bersiap menghadapi ancaman di era digital.
Diperlukan langkah-langkah strategis baik dari sisi regulasi, maupun dari aksi untuk menangkal serangan siber yang terus meningkat.
Lanjutnya Dari sisi regulasi, pihaknya telah mengubah mengubah Permendagri Nomor 43 Tahun 2015 menjadi Permendagri Nomor 8 Tahun 2018. Regulasi Permendagri ini terkait dengan perencanaan, pengembangan, pemantauan dan evaluasi sistem informasi.
” Kami juga dari tahun 2016 sampai tahun 2017, telah melaksanakan kegiatan assessment keamanan sistem dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Kemendagri bekerja sama dengan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN),” katanya.
Assessment, kata Tjahjo, untuk mengetahui celah keamanan sistem informasi dengan cara melakukan penetration test terhadap sistem informasi tersebut.
Langkah antisipasi lainnya, berupa sterilisasi ruang pimpinan di lingkungan Kemendagri yang dilakukan secara rutin. Tidak hanya itu, Kemendagri juga memiliki jalur khusus VPN yang pengelolaannya berada di BSSN untuk mengirim dan menerima berita atau informasi yang bersifat biasa, terbatas dan rahasia.
“SDM yang ada saat ini hanya terfokus pada pengelolaan data dan sistem informasi. Perlu adanya kebijakan terkait pengelolaan SDM yang memiliki kompetensi di bidang siber,” kata dia.
Kemendagri sendiri kata Tjahjo mendukung penuh segala upaya untuk menangkal serangan siber. Salah satunya lewat penataan ulang regulasi terkait ancaman siber bekerja sama dengan BSSN. Kementeriannya juga mendukung penuh pelaksanaan keamanan siber nasional.
“Kami juga sadar, ini butuh dukungan SDM yang kompatibel dan mampu menjadi personil dalam bidang siber itu sendiri. Kami juga mendukung dari penganggaran,” katanya.
Tjahjo menambahkan, untuk meningkatkan keamanan siber, diperlukan pemetaan manajemen resiko ketahanan siber nasional dengan stakeholder terkait. Hal lain yang dapat dilakukan terkait itu adalah pemetaan tata kelola infrastruktur dan jaringan teknologi informasi dan komunikasi di seluruh Indonesia.