Penulis : Ardilan
BAUBAU – Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau Sulawesi Tenggara (Sultra) diajak berpikir bersama terkait rencana konsep revitalisasi Tiang Bendera atau Kasulana Tombi peninggalan Kesultanan Buton. Ajakan ini mengingat salah satu benda pusaka Kesultanan Buton yang sudah berdiri kokoh selama ratusan tahun itu bukan milik Pemkot Baubau sendiri meski secara administrasi masuk dalam wilayah Kota Baubau.
Salah satu pemuda Keraton, LM. Asmar Iyan mengatakan revitalisasi versi Pemkot Baubau rentan masalah. Atas dasar ini, Pemkot diajak duduk bersama dalam Forum Grup Diskusi yang bakal digelar dalam waktu dekat.
Ia menguraikan terdapat sejumlah masalah jika Pemkot Baubau memaksakan konsep revitalisasi seperti yang sudah tersebar di media sosial.
Pertama, tidak adanya pakar kebudayaan yang mengetahui seluk beluk sejarah, nilai-nilai sosial budaya dan tradisi masyarakat buton dalam tim perencana proyek revitalisasi tersebut. Sementara Sesuai ketentuan Undang-undang No 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, Revitalisasi Cagar Budaya harus memberi manfaat mempertahankan ciri budaya lokal.
“Sekarang saya tanya bagaimana caranya bisa mempertahankan ciri budaya kita sementara pakar yang dilibatkan semua orang luar, yang dipastikan tidak mengetahui nilai-nilai budaya kita. Ini berbahaya. Saya bisa buktikan akibatnya yaitu dalam perencanaan revitalisasi itu ada salah satu bangunan menonjol yang menggunakan batu candi yang dipastikan bukan ciri khas budaya kita,” kata LM. Asmar Iyan, Kamis 01 Oktober 2020.
Kedua, perusahaan pemenang tender proyek itu ditengarai tidak memiliki sertifikat badan usaha (SBU) khusus bidang arkeologi. Jika hal ini benar adanya maka perusahaan tersebut tidak layak melakukan perencanaan soal kepurbakalaan.
Belum lagi, setelah dianalisa bersama sejumlah pihak rupanya desain perencanaan yang ditetapkan ternyata tidak bisa dikatakan sebagai revitalisasi. Diketahui, Revitaisasi berbicara mengembalikan nilai-nilai penting benda cagar budaya yang rusak ke bentuk semula. Sementara kenyataannya dalam desain hanya membuat pagar pengaman agar tidak roboh. Dalam perencanaan itu juga bahkan termuat penataan kawasan sekitarnya yang dipastikan tidak bisa masuk dalam nomenklatur revitalisasi cagar budaya.
“Hati-hati, kesalahan nomenklatur ini bisa berdampak akibat hukum yang pada akhirnya dimanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadinya, menjatuhkan pemerintah daerah. Contohnya saja bangunan pendopo yang masuk dalam satu paket perencanaan revitalisasi ini sangat dipastikan tidak ada hubungannya dengan revitalisasi,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Iyan ini menambahkan Pemkot Baubau sebaiknya tidak gegabah untuk memutuskan sepihak dalam rencana revitalisasi Kasulana Tombi karena secara jelas Kasulana Tombi adalah milik seluruh masyarakat eks Kesultanan Buton. Ia menyarankan Pemkot Baubau harus duduk bersama mendiskusikan Kasulana Tombi bersama seluruh wilayah cakupan eks Kesultanan Buton.
“Ini kepemilikan peradaban. Seluruh masyarakat eks kesultanan buton memiliki hak atas kasulana tombi ini. Sehingga wajib hukumnya dikomunikasikan kepada seluruh wilayah eks kesultanan Buton. Jangan sampai ada yang merasa diserobot haknya. Pada akhirnya ada konsekuensi hukum lagi,” tegasnya.