INDONESIAINTERNASIONAL

Pengamat Politik AS Tentang Hasil Pemilu Indonesia

680
Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman dan Anggota Bawaslu, M Afifuddin, bersama sejumlah politikus saat diskusi "Silent Killer Pemilu Serentak 2019" di Jakarta, Sabtu, 27 April 2019. (Foto: ilustrasi)

INDONESIA – Pemilihan Umum di Indonesia telah diadakan tanggal 17 April lalu dan penghitungan suara masih berlangsung. Calon Presiden Prabowo mengklaim kemenangan, walaupun hasil hitung cepat menunjukkan Presiden Jokowi unggul. Bagaimanakah kesudahan pesta demokrasi terbesar yang dilakukan serentak untuk memilih presiden dan para wakil rakyat ini? Ikuti pendapat Joshua Kurlantzick, Senior Fellow pada Council on Foreign Relations di Washington DC.

Kata Joshua Kurlantzick, setelah penghitungan final selesai, Prabowo mungkin akan kalah, dan ia naik banding ke Mahkamah Konstitusi yang kemungkinan akan menolak permohonannya.

“Saya kira Prabowo tidak akan menang, tapi ada kemungkinan ia akan terus mengklaim menang pemilihan dan menuduh adanya kecurangan dan lain-lain, yang mungkin bisa menjurus pada aksi-aksi kekerasan. Sangat disayangkan kalau hal itu sampai terjadi,” kata Kurlantzick. 

Prabowo bersama pendukungnya mengklaim telah memenangkan Pilpres 2019 dengan perolehan 62 persen (19/4).

Joshua Kurlantzick, Senior Fellow Pada Council on Foreign Relation Tentang Pemilu Indonesia

Kurlantzick mengatakan Prabowo mungkin saja akan melakukan sesuatu, karena ia punya pendukung yang cukup kuat dan ia sendiri berkepribadian yang sulit ditebak.

Ketika ditanya tentang banyaknya jumlah petugas pemilihan yang meninggal dan sakit, Joshua Kurlantzick mengatakan, “Saya tidak bisa mengatakan apakah hal itu benar atau tidak. Tapi tetap saja hal itu mengejutkan. Ada kemungkinan kematian itu disebabkan karena kombinasi besarnya pemilihan umum yang dilangsungkan dalam waktu yang singkat, dan panasnya cuaca di Indonesia pada bulan April. Saya belum pernah mendengar hal seperti itu terjadi dalam pemilihan umum sebelumnya.”

Kata Kurlantzick lagi kepada VOA, mungkin saja terjadi aksi protes besar di jalan-jalan karena tuduhan kecurangan dalam pemilu, tapi saya sendiri berpendapat tidak ada kecurangan seperti yang dituduhkan itu, katanya.

Ini bisa menjadi masalah di masa depan, karena pihak yang kalah bisa saja mengklaim adanya kecurangan, kata Kurlantzick.

Capres 01 Joko Widodo bersama Cawapres Maruf Amin bersama pimpinan koalisi partai-partai pendukungya dalam konferensi pers di Jakarta (18/4).

Ketika ditanya pendapatnya tentang peran militer dalam kehidupan politik di Indonesia, Kurlantzick menjawab, “Ketika memulai masa jabatannya yang pertama, Jokowi memberi isyarat bahwa ia akan memperbaiki masalah HAM, dan juga membuka diskusi terus terang untuk membahas apa yang terjadi dalam tahun 1965-1967, dan juga mungkin akan menaruh militer di bawah komando sipil. Tapi kini ia agaknya telah melepaskan ide itu, dan pihak militer mulai menguasai lebih banyak aspek birokrasi sipil. Memang ini tidak sama dengan apa yang terjadi di bawah pimpinan Presiden Suharto, tapi tetap merupakan keprihatinan.”

Dalam masalah politik internasional, apakah pemerintahan Jokowi nantinya akan lebih mendekat pada China atau Amerika?

“Saya kira ia akan mendekati keduanya, walaupun ada kekecewaan dalam investasi modal China di Indonesia dalam masa jabatan Jokowi yang pertama. Tapi ia tidak akan lebih mementingkan yang satu dari yang lainnya, karena Indonesia masih membutuhkan investasi dari China yang tidak bisa diberikan oleh Amerika, khususnya dalam bidang infrastruktur.” (ii)

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version