Reporter: Kardin
Editor: Taya
KENDARI – Asosiasi Rumah Makan, Karaoke dan PUB (Arokab) Kota Kendari mendorong agar DPRD Kendari melakukan revisi Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Hal itu dilakukan karena Arokab menilai, terkait penarikan pajak hiburan sebesar 25 persen memberatkan pengusaha hiburan di Kota Kendari.
Ketua Arokab Kendari, Ulil Amri menuturkan, melihat situasi perekonomian Kota Kendari saat ini sudah tidak memungkinkan dilakukan pemungutan pajak hiburan sebesar 25 persen.
“Jadi kita tetap mendorong adanya revisi Perda Pajak Daerah itu. Ada beberapa item yang harus dilakukan perubahan,” jelasnya di Kantor DPRD Kendari, Rabu (13/11/2019).
Berikutnya kata Ulil, adanya pasal karet dalam Perda Pajak Daerah yang membingungkan pengusaha hiburan, karena katanya, tidak semua item dalam penarikan pajak dapat ditarik.
“Yang ditarik pajak ini juga harus jelas, apakah laba kotor atau laba bersih. Jadi tidak semua bisa masuk,” paparnya.
BACA JUGA:
- Diduga Lakukan Pelecehan Terhadap Anak Perempuan, Oknum Imam Mesjid di Kabupaten Konawe di Polisikan
- Tak Kunjung Diumumkan Putusan Sidang Etik Penyelenggara Pemilu di Kabupaten Konawe, Lira Sultra Pertanyankan Kinerja DKPP
- Selain ASN Fajar Meronda, Dugaan Terlibat Politik Praktis Lurah Tuoi dan Lurah Anggaberi di Facebook, Bawaslu Konawe Teruskan ke BKN dan KASN
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Kendari, Andi Sulolipu menjelaskan pihaknya masih akan melihat poin mana saja yang ingin dilakukan revisi oleh Arokab Kendari.
“Ya, kita lihat dulu, Arokab ini mau revisi di aspek apa,” paparnya.
Sementara terkait penarikan pajak hiburan sebesar 25 persen jelasnya, merupakan standar yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari.
“Di daerah-daerah lain kan bahkan ada yang 50 persen, ada yang 75 persen. Saya rasa itu sudah meringankan pengusaha,” jelasnya.
Meski demikian, jika penarikan pajak 25 persen dirasa memberatkan para pengusaha, maka pihaknya akan meninjau ulang terkait revisi Perda Pajak Daerah.
“Kalau memang memberatkan pengusaha kita akan revisi. Karena kan pengusahaa ini adalah sektor yang harus dijaga. Tidak boleh juga serta-merta ini wajib,” katanya. (A)