PALU – Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan dan OPP Perum Bulog Sulawesi Tengah (Sulteng) Bahar Haruna mengatakan, realisasi penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) Beras Sejahtera (Rastra) bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Provinsi Sulteng hampir mendekati 100 persen.
Jumlah keseluruhan alokasi Bansos Rastra di Sulteng pada Januari 2018 untuk Kota Palu, Pagu rastra sebanyak 124.780 KPM, Donggala 248.300 KPM, Sigi 163.780 dan Parigi Moutong 384.130.
“Untuk penyaluran dari Januari sampai Februari, Kota Palu mencapai 100 persen,” kata Bahar Haruna saat dihubungi di Palu, Senin (12/3/2018).
Merujuk isi surat Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Bahar menjelaskan, guna mempermudah penyaluran khususnya daerah yang secara geografis sulit, penyaluran rastra dirapel per tiga bulan. Selanjutnya, hasil rapat tingkat Menteri membahas persiapan pelaksanaan bantuan sosial pangan 2018.
“Dalam surat itu, hasil rapat tingkat Menteri pada 16 Januari 2018 terkait pelaksanaan Bansos dan pada 20 Februari 2018 sudah mendistribusikan Rastra sampai titik distributor. Selanjutnya, pada 21-25 Februari 2018 penyaluran Rastra sudah sampaikan ke KPK yang difasilitasi Pemda,” jelas Bahar.
Bahar menerangkan, untuk penyaluran Rastra di Kabupaten Donggala, saat ini dalam tahap pengalokasian.
“Intinya kami siap dan hanya menunggu kesiapan Pemda setempat,” ungkapnya.
Selain penyaluran Bansos Rastra kata Bahar, Perum Bulog Devisi Regional Sulawesi Tengah, di tahun 2017, hingga memasuki 2018 ini telah membina ribuan Outlet penjualan pangan pokok milik masyarakat dengan nama Rumah Pangan Kita (RPK).
“Untuk RPK yang ada di Sulteng saat ini berkisar 423 RPK dan akan bertambah sebanyak 749 RPK yang tersebar di kabupaten dan kota Provinsi Sulteng pada 2018,” terangnya.
Menurutnya, RPK merupakan milik masyarakat yang dikerjasamakan dengan Perum Bulog yang keberadaannya dinilai efektif menjaga stabilisasi harga pangan di masyarakat.
Untuk persyaratan pendirian RPK terang Bahar, cukuplah lunak. Masyarakat hanya perlu melengkapi beberapa persyaratan. Diantaranya, Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan surat keterangan dari Lurah atau RT, yang menyatakan bahwa mereka akan mendirikan RPK.
Selanjutnya, di RPK itu akan dijual komoditi pangan di bawah harga pasaran. Misalnya saja, beras. jika harga dipasarnya Rp 10 ribu per Kg, untuk penjualan di RPK bisa dengan harga Rp 9.500 per Kg. Begitupun dengan komoditi pangan lainya seperti gula pasir.
“Gula pasir harga Rp 11.900, per Kg, biasa dijual Rp 12.500, per Kg dan akan diantar ditempat tujuan,” jelasnya.
Selain itu, Perum Bulog Sulteng akan melayani Pembelian berbagai kebutuhan pangan menggunakan kartu ‘voucher’ pada program Bantuan Pangan Nontunai Sosial (BPNT) Kemensos yang penyalurannya secara nasional dilakukan pemerintah pusat melalui voucher yang dipegang oleh masing-masing KPM.
“Nantinya, KPM dapat menggunakan kartu dimaksud untuk membeli berbagai kebutuhan pangan sesuai yang diinginkan yang ada dan disediakan di RPK yang dikelola Perum Bulog,” paparnya.
Sementara itu, menanggapi melonjaknya harga beras di pasaran menurut pihak bulog masih di bawah harga eceran tertinggi (HET).
“Pada operasi pasar yang kami lakukan harga beras eceran dipasar masih dibawah HET. Karena itu, masyarakat tidak perlu risau dan panik, karena sampai saat ini ketersediaan beras Bulog untuk 10 bulan masih sanggup,” tegasnya.
Tempat terpisah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Tengah, melalui Bidang Perdagangan Dalam Negeri dan Perlindungan Konsumen, Zainuddin Hak, mencatat pada bulan Januari 2018, harga beras medium di tingkat pengecer pasar mengalami kenaikan harga sebesar Rp 10.000 per Kilogram. Kenaikan harga beras ini berfluktuasi hingga turun mendekati harga HET.
“Pada umumnya, salah satu penyebab naiknya harga beras karena dipengaruhi informasi media. Pada awal tanggal 2 Januari sampai tanggal 11 Januari harga beras di pengecer berkisar Rp 10.000 per kilogram. Sedangkan tanggal 12 sampai tanggal 23 januari berkisar Rp 10,500 per Kilogram, kemudian 24 januari sampai 29 januari berkisar Rp 11.000 per Kilogram,” ucap Zainuddin Hak di ruang kerjanya.
Sementara memasuki bulan Februari 2018, harga beras di pengecer kembali turun berkisar Rp 9.750 perkilogram harga tersebut mendekati harga ketetapan Pemerintah Pusat yakni Rp 9.450 per kilogram.
“Waktu tim Kementrian Perdagangan turun di lapangan, kami dampingi ke tokoh-tokoh, terutama yang distributor beras. Alasan naiknya harga beras menurut pedagang stok kurang,” jelasnya.
Menurut Zainuddin, selama tim Satgas beberapa hari melakukan pemantauan di lapangan, diperoleh informasi dari pengecer naiknya harga beras dikarenakan, stok beras yang kurang. Selain alasan klasik tersebut, pedagang juga membatasi pengambilan beras dalam jumlah besar. Hal tersebut dilakukan guna menghindari tudingan penimbunan beras oleh Satgas.
“Misalnya, pengambilan beras dari Kota Makassar hanya 5 ton. Padahal, di hari biasanya pedagang dapat pasokan tiga sampai lima hari sekali jadi jika rata-rata tiga hari maka berarti dua kali seminggu. Jadi jika dianalisa kenapa dikurangi pengambilan karena salah satu cara pedagang agar tidak dikenai hukuman penimbunan stok beras,” ungkap Zainuddin.
Selain itu, kata Zainuddin, dengan adanya kerja keras dan antisipasi tim Satgas Perindakop, selisih harga beras saat ini di pengecer Rp 300 per Kilogram.
“Selisih Rp 300 itu masih dalam kewajaran. Akan tetapi jika melampau harga hingga Rp 10.000 per Kilogram maka itu tidak wajar dan akan menyusahkan masyarakat. Pastinya pemerintah akan mengambil tindakan dan ini tugas satgas,” pungkasnya.