HEADLINE NEWSKONAWE KEPULAUANSULTRA

Perjuangan Emak-Emak Menjaga Tanah Ulayat di Wawonii, Tak Gentar Melawan Alat Berat Meski Usia Separuh Abad

1156
Ibu Ratna Warga Desa Sukarela yang berjuang mempertahankan tanah ulayatnya./b

Reporter : Ajad Sudrajad

Editor : Kang Upi

LANGARA – Usianya sudah menua, tapi tidak dengan semangatnya untuk menjaga tanah ulayat di Gunung Tampunggasu, Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara Konawe Kepulauan (Konkep) Sulawesi Tenggara.

Ibu Ratna, demikian ia menyebut namanya saat diwawancarai mediakendari.com, Rabu (10/7/2019) siang di sekitar puncak Gunung Tampunggasu.

Ada banyak kemarahan dari nada suaranya, saat emak-emak ini menceritakan peristiwa sehari sebelumnya, Selasa (9/7/2019), saat dirinya berhadapan dengan tiga alat berat milik PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

“Kami tidak akan pernah rela kampung kami dihancurkan pak, tanah ini adalah tanah kelahiran kami, tanah tempat kami menggatungkan hidup selama ini, sejak dari leluhur kami dahulu hingga saat ini,” kata Ibu berumur 63 tahun ini.

Adalah aksi pembukaan lahan yang dilakukan tiga alat berat PT GKP yang menjadi pemicu kemarahan warga desa Sukarela Jaya ini. Pasalnya, pembukaan lahan oleh perusahaan tambang tersebut diduga menyerobot lahan warga.

Tidak hanya Ibu Marwah dan suaminya Abarudin, pembukaan lahan itu juga memicu kemarahan ratusan warga dari empat desa, yakni Desa Roko-roko, Teporoko, Sukarela, dan Bahaba.

Nyaris ada amuk warga, jika saja alat berat milik perusahaan pertambangan nikel itu tidak segera undur diri lahan yang diakui sebagai milik warga itu.

“Peristiwa yang terjadi siang kemarin sangat menakutkan pak, hampir saja ada korban, jika mereka terus memaksakan diri untuk menorobos lahan ini,” kata Ibu Ratna.

Ia juga menjelaskan, jika alat berat pada sehari sebelumnya telah menerobos lahan milik warga bernama Marwah. Hal itu dilakukan tanpa seizin dari pemiliknya.

Untuk lahan miliknya, kata Ibu Ratna, berada disisi lahan milik Ibu Marwah. Lahan itu membentan seluas satu hektar, yang ditanami berbagai tanaman jangka pendek, seperti umbi-umbian.

Ibu Ratna mengakui jika lahannya tidak terlalu luas jika dibandingkan warga lainnya. Namun, kata dia, dari lahan itulah dirinya bertahan hidup serta menyekolahkan anak-anaknya dari hasil pertanian dan perkebunan.

Tidak hanya dirinya, kata dia, mayoritas warga di Roko-Roko Raya serta desa lainnya adalah petani yang hidup dari hasil pertanian dan perkebunan di lahan sekitar Gunung Tampunggasu itu.

“Jika tambang beroperasi nanti, itu akan berpengaruh besar pada hasil pertanian dan perkebunan kami,” tutur Ibu Ratna dengan nada sedih.

Ibu Ratna juga menjelaskan, jika warga Roko- Roko Raya yang terdiri dari sejumlah desa menolak kehadiran PT GKP untuk melakukan usaha pertambangan di wilayah tersebut.

Menurutnya warga sudah menolak sejak rencana perusahaan tambang masuk ke Roko- Roko Raya. Warga cemas dan takut rusaknya lahan pertanian dan perkebunan yang selama ini jadi tumpuan hidup.

“Sejak rencana masuknya tambang di desa kami, kehidupan warga disini sudah tidak nyaman dan tentram, hanya rasa cemas dan ketakutan,” ungkapnya.

Dan menurut Ibu Ratna, apa yang ditakutkan itu akhirnya terjadi pada Selasa lalu, saat dirinya dan warga lainnya mendengar alat berat sudah menerobos lahan perkebunan warga.

“Kami bangun kemah disini untuk berjaga-jaga supaya lahan kami tidak diterobos lagi, kalau malam laki-laki harus bermalam dilokasi ini untuk jaga-jaga,” ungkapnya.

Baca Juga:

Ia juga menuturkan, bahwa perwakilan PT GKP pernah menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah dibeli kepada seorang warga Desa Sukarela Jaya yang bernama Yasri.

Namun menurutnya, lahan yang telah digusur perusahaan itu masih milik orang tua ibu Marwah. Tidak hanya dirinya, warga lainnya juga memberikan kesaksian yang sama bahwa lahan itu milik orang tua ibu Marwah.

“Masyarakat Roko-Roko Raya, tau betul kalau lahan ini milik orang tua Marwah, banyak saksinya pak, termasuk saya ini salah satu saksinya,” tegasnya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait hal tersebut Humas PT GKP Marlion menuturkan jika lahan tersebut telah dibebaskan oleh perusahaan tempat bekerjanya.

Diungkapkan Marlion, jika aktifitas pembukaan lahan yang kini menjadi polemik bersama warga itu adalah bagian dari upaya merapikan lahan milik perusahaan.

“Pihaknya sih bukan serobot, secara hukum kami punya hak sehingga kami rapikan,” katanya.

Namun sayangnya, saat dikonfirmasi lebih jauh terkait kepemilikan lahan ini, Marlion mengaku belum bisa menjawabnya karena tengah berada dalam kesibukan lain.

“Nanti ya, saat ini saya masih sibuk nanti ada waktu luang baru di perlihatkan,” pungkasnya.(a)

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version