Reporter: Mumun / Editor: La Ode Adnan Irham
WANGGUDU – Aktivitas pertambangan nikel di Desa Mandiodo Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), semestinya memberikan kenyamanan masyarakat sekitar.
Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan realita di lapangan. Petaka pertambangan di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Cinta Jaya memberikan pilu dan luka mendalam bagi masyarakat setempat.
Bagaimana tidak, dua kontraktor mining yang menambang di IUP PT Cinta Jaya yakni PT BTC dan PT DAS diduga belum memiliki septy bum. Sehingga banjir lumpur terjadi Sabtu malam 4 April 2020 tak dapat dihindari.
Tini, warga Desa Mandiodo yang ditemui hanya termenung mengenang musibah malam itu. Tikar plastik yang selama ini menjadi alas lantai rumahnya rusak tak tersisa akibat dihantam lumpur.
“Sekitar jam 9 malam lumpurnya datang. Kita kasian itu kasurta kita simpan di atas bak. Masuk di dalam rumah itu lumpur. Nda adami apa-apa di rumah. Kita sudah buang semua tikar plastik,” katanya, Rabu 8 April 2020.
Menurut Tini, saat lumpur menerjang, dirinya sedang Salat Isya. Sementara, suami dan anaknya mulai panik dan memanggilnya.
“Anak saya panggil, oma cepat sembahyang kasurmu sudah berenang. Nah bagaimana kita mau cepat, mau tidak kasih selesai. Saya Salat gemetar lututku, bagaimanakah lumpur,” ujarnya.
“Tahun lalu cuman air, nda ada lumpur. Tapi ini pah lumpur masuk dalam rumah. Dua hari kasian saya bersihkan lumpur di dalam rumah,” lanjutnya.
Hal senada diutarakan oleh warga lainnya, Inka. Kata dia, malam itu hujan yang turun tidak terlalu deras. Namun, tiba-tiba muncul genangan air yang cukup deras dibarengi lumpur.
“Langsung tiba-tiba kayak menyomprot itu air. Tidak deras itu malam hujan. Sampai di sini itu air,” katanya sambil menunjuk lututnya tanda batas air datang.
Begitu pula diungkapkan warga lainnya, Sahrudin. Musibah lumpur masuk rumah baru kali ini terjadi, belum lagi lumpur yang datang membawa bau tak sedap.
“Dulu air datang tidak masuk di dalam rumah. Tapi kejadian kali ini luar biasa. Itu pak masih ada bekasnya. Coba air biasa, tapi ini dengan lumpur, baru berbau,” katanya.
Sahrudin dengan terang-terangan menyebut tambang menjadi dalang penyebap lumpur masuk ke halaman dan rumah warga.
“Jelas ini dari tambang. Tidak ada septy bumnya di bawah. Harusnya kan ada itu di bawah. PT DAS di IUP nya PT Cinta Jaya,” terangnya.
“Kuncinya ini dia tidak pakekan ini pemalang. Semua turun di sini, biasanya ada pengaman. Kunci utamanya ini perusahaan. Kita tidak melarang menambang, tapi pikirkan juga dampaknya,” lanjutnya.
Menurut Sahrudin, saat kejadian malam itu dirinya bersama keluarga sudah tidak bisa tidur. Karena derasnya air bersama lumpur yang datang.
“Nda adami tidur sampai siang. Kita khawatir jangan sampai tambah terus airnya,” pungkasnya.
Sahrudin mengungkapkan, pasca kejadian warga dihantam lumpur pihak perusahaan belum menyalurkan bantuan apapun.
“Belum ada. Hanya iniji dia pergi timbun-timbun dengan pencucian. Ituji,” ujarnya.
Lagi-lagi Sahrudin, menyebutkan jika konpensasi bulanan rata-rata sekitar Rp.500 ribu per bulannya masih jauh dari kata layak.
“Sebenarnya kalau kita mau katakan itu belum layak. Kalau kita bandingkan dengan penambangan yang ada. Berapa saja kasian Rp.500 ribu. Mau mencuci saja tidak cukup tanah merahnya,” sebutnya.
“Menambang-menambang saja tidak tau ke depan dampaknya masyarakat. Nanti tiba begini. Sudah terjadi baru mau bergerak, samaji lagi bohong,” tutupnya.
Hingga berita ini ditayangkan, awak media ini belum dapat mengkonfirmasi pihak perusahaan terkait persoalan tersebut.