KONAWENASIONALSULTRA

Polemik Desa Fiktif di Konawe, Kemendagri Sebut tak Gelontorkan Dana Desa Sejak 2017

718
Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan. Foto : MEDIAKENDARI.com/ Rahmat R./b

Reporter: Rahmat R

Editor: La Ode Adnan Irham

JAKARTA – Ciutan Menteri Keuangan, Sri Mulyani soal adanya aliran dana desa pada desa fiktif ditanggapi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Pemerintahan Desa, Nata Irawan mengatakan apa yang disampaikan Menteri Keuangan sudah berhembus sejak dua bulan lalu.

“Sinyal Menkeu ini sudah dua bulan lalu kami bahas dalam rapat pimpinan antara Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung dan Pimpinan KPK,” katanya saat ditemui di DPR RI, Selasa (06/11/2019).

Kata Nata, ketika itu disampaikan pimpinan KPK bahwa ada 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Kami catat kami langsung bergerak, kami tindak lanjuti pada 15 Oktober kami dari Dirjen Bina Pemerintahan Desa turun di Sultra bersama pejabat daerah di Sultra kami verifikasi ternyata hanya 4 desa yang fiktif,” terangnya kepada sejumlah awak media.

Menurutnya, kenapa dikatakan fiktif, ternyata ada peraturan daerah (Perda) yang sebenarnya tidak menetapkan desa-desa tersebut sehingga disinyalir Perda tersebut ada kekeliruan.

“Tetapi kami dari Mendagri kalau benar-benar menemukan kekeliruan administrasi dan data kita cabut desa itu,” tegas pria berambut pendek ini.

Nata menjelaskan, terkait dengan dana desa, pihaknya sudah konfirmasi ke Bupati Konawe Kery Syaiful Konggoasa yang ternyata dana desa di empat desa itu tidak digelontorkan sejak 2017.

Kata dia langkah berikutnya hasil investigasi Kemendagri, Pemprov Sultra, dan Pemkab Konawe serta Polda Sultra apabila menyatakan kekeliruan maka desa tersebut akan dicabut keberadaannya.

“Empat desa itu didaftarkan, dulu masih masa transisi sebelum berlakunya UU desa tahun 2014, sementara usulan desa tersebut disampaikan 2011. Kami di Kemendagri percaya dong. Kan sudah ditetapkan dalam Perda kemudian kami tolak tidak mungkin,” beber Nata.

Ia menduga, karena mungkin selama perjalanan seharian desa tersebut tidak ada pelayanan maka muncullah pengaduannya masyarakat kepada KPK dan KPK disampaikannya kepada Kemendagri.

“Jadi kami verifikasi data maupun langsung on the spot di lapangan. Ada salah satu desa berdasarkan laporan Feri Syamsidar ada satu desa hanya 7 KK. Dulu sebelum UU desa tidak menjadi kriteria belum menjadi kriteria. Jadi maksud saya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa ini desa bgini atau begitu, kami siap menyampaikan ke media kalau sudah ada kepastian soal desa tersebut apakah fiktif atau tidak fiktif,” urainya.

Nata Irawan menyebut, syarat pembentukan desa diatur dalam Permendagri nomor 1 tahun 2017 yakni ada jumlah KK, luas wilayah dan yang penting lagi ada batas desa dan peta desa yang ditetapkan dalam Perda itu sendiri dan direkomendasikan GEO Parsial.

Baca Juga :

Sebelum ada UU Desa di Indonesia ada 69.000 an dan setelah lahirnya UU desa hanya 74.000an. Selama 5 tahun Kemendagri selektif dalam pemekaran Desa.

“Kami selalu ketika mau melakukan pemekaran kami selalu koordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten dengan Dirjen Administrasi Wilayah,” jelasnya.

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa mengambil keputusan yang pasti terkait hasil investigasi dari tim kami. Kami sampaikan pada Mendagri dan menunggu arahan apa yang menjadi arahannya, menjadi keputusan pemerintah,” jelasnya lagi.

Ia menjelaskan, kelirunya adalah pada nomor dan tanggal yang sama. Padahal dulu perda tidak menetapkan untuk desa desa tersebut, tetapi dipakai unuk pemekaran. (a)

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version