Reporter: Hendrik B
Editor: Taya
KENDARI – Tim Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara akan menyambangi pelapor kasus pencabulan anak di bawah umur yang diduga dilakukan oknum pejabat di Buton Utara.
“Mungkin kita yang ke sana karena ini hanya pelapor,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sultra, AKBP La Ode Aris kepada MEDIAKENDARI.com saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (21/11/2019).
La Ode mengatakan, pihaknya menyambangi pelapor karena pelapor tidak kunjung datang saat dilakukan pemanggilan sebanyak dua kali. “Kami secepatnya akan ke sana,” ujar La Ode.
Baca Juga :
- Dinas Pariwisata Sultra Terbaik Soal Keterbukaan Informasi Publik
- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Bersama Direktur Bendungan dan Danau Kementrian PUPR Kunjungi Lokasi Bendungan Pelisika
- KPU Muna Barat Sukses Raih Penghargaan Peringkat I Terkait Pengelolaan Pelaporan Dana Kampanye
- Nekat Bawa Sabu Seberat 104.25 Gram dengan Upah Rp 2 Juta, Pria di Muna Ditangkap Polisi
- Pemda Koltim Gelar Sayembara Logo HUT ke 12 Tahun
- Kapolri Apresiasi Peluncuran 2 Buku Antikorupsi di Harkordia
Informasi sebelumnya, oknum pejabat di Buton Utara dilaporkan ke Polisi oleh Edi Ayah korban seperti yang tercatat dalam laporan bernomor: LP/18/IX/2019/Sultra/Res Muna/SPKT Sek Bonegunu, tanggal 26 September 2019.
Seperti yang diberitakan sebelumnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memastikan akan memberi layanan perlindungan terhadap korban dugaan eksploitasi seksual di Buton Utara.
Keputusan diberikannya perlindungan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna Pimpinan LPSK yang dilakukan pada senin (21/10/2019) lalu.
“Sudah diputuskan diterima dengan layanan berupa layanan pemenuhan hak prosedural, rehabilitasi psikologis, dan fasilitasi restitusi,” ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu dalam rilisnya.
Pemenuhan hak prosedural dimaksudkan agar hak-hak korban serta para saksi terjamin selama proses peradilan. Hal ini penting karena sebagai korban maupun saksi, akan mengikuti rangkaian proses peradilan pidana terkait perkara yang menimpa korban.
“Dengan terjaminnya hak mereka, maka mereka dapat memberikan keterangan kepada penegak hukum dengan sebaik-baiknya,” jelas Edwin.
Sementara rehabilitasi psikologis ditujukan untuk memulihkan kondisi kejiwaan korban pasca menjadi korban. Adanya tindak pidana sendiri pasti akan meninggalkan trauma untuk korban. Sedangkan restitusi adalah hak korban berupa ganti rugi dari pelaku untuk korban. Restitusi ini diperoleh melalui proses peradilan pidana dan LPSK memiliki wewenang untuk melakukan fasilitasi berupa penghitungan ganti rugi.
Berdasarkan hasil telaah tim LPSK diketahui ada kerugian materil yang dialami keluarga korban. Selain kepada korban, LPSK juga memberikan perlindungan kepada ayah dan teman korban. Hal ini terkait pentingnya keterangan yang dimiliki mereka, dimana ayah korban merupakan pelapor sedangkan teman korban menjadi saksi atas perkara ini. (a)