Reporter: Hasrun Editor: Kang Upi
RUMBIA – Ketua Komite Pimpinan Kabupaten (KPK) Partai Rakyat Demokratik (PRD) Bombana Sulawesi Tenggara, Muhammad Nuzul Febrian menolak renaca pemerintah untuk menaikan menaikan iuran BPJS.
Menurutnya, kenaikan iuran hingga sebesar 100 persen yang mulai berlaku 1 Januari 2020 berpotensi melanggar hak dasar warga negara untuk mendapatkan kesehatan.
Pasalnya, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan BPJS sejak awal sudah bermasalah. Seharusnya, kata Nuzul, jaminan sosial kesehatan dikelola penuh oleh Kementerian Kesehatan dan tidak menggunakan skema asuransi yang mencari keuntungan.
“Jaminan sosial dalam bentuk jaminan kesehatan nasional bukan program yang baru. Sebelum JKN, ada program ASKESKIN yang dilaksanakan Asuransi Kesehatan atau ASKES,” jelas pria yang akrab disapa Exel, Sabtu (7/9/2019).
Ia juga menilai, Pemrintah Pusat perlu melakukan evaluasi terhadap BPJS, termasuk melakukan audit keuangan secara menyeluruh dari fasilitas kesehatan (Faskes) hingga tindakan rujukan.
Exeel juga membandingkan JKN dengan program Jaminan Kesehatan Masyakarat (Jamkesmas). Bahwa, pada tahun 2014, anggaran Jamkesmas tak lebih dari Rp 8,6 triliun, tetapi masih menyisakan dana sisa yang disetor kembali ke Negara.
“Dengan anggaran lebih besar, seharusnya JKN yang dijalankan BPJS ini lebih baik. Faktanya, justru lebih buruk dan selalu menambah beban APBN tiap tahunnya,” ungkapnya.
Baca Juga:
- Kadis Pariwisata Umumkan Rangkaian HUT Sultra, Ini Sejumlah Bantuan yang Disalurkan
- Buka HUT Sultra ke-61 di Kolaka, Gubernur ASR Gaungkan Semangat Harmoni dan Kolaborasi Pembangunan
- Peringati Hari Kartini, Mahasiswa dari HMPS UHO Gelar Seminar
- DPP LAT Sultra Buka Pendaftaran Balon Ketua
- Lembaga organisasi Tamalaki Pobende Wonua Sultra Lakukan Kegiatan Pengkaderan/ Diksar yang ke 23
- Gubernur ASR Jawab hasil Pansus LKPJ DPRD Sultra di Rapat Paripurna
Tak hanya itu, Ia juga mengeritik keputusan pemerintah untuk menaikkan gaji direksi dan dewan pengawas BPJS hingga dua kali lipat. Menurutnya, kenaikan gaji tersebut tidak tepat ditengah kenyataan JKN mengalami defisit.
“Tata kelola BPJS ini terus defisit, tetapi pejabatnya justru terus mengalami kenaikan gaji. Malah beban defisitnya dialihkan ke masyarakat dan APBN,” pungkasnya. /B