JAKARTA – Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono mengatakan, isu anti-korupsi sangat berpengaruh dalam mempengaruhi preferensi politik publik terhadap partai politik.
“Mayoritas publik tidak menginginkan partai politik mengusung caleg yang pernah tersandung kasus korupsi,” kata Rudi pada pemaparan hasil survei Y-Publica di Bakoel Coffee Cikini, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).
Dia membeberkan, sebanyak 30,4 persen responden menganggap parpol yang mengusung caleg bekas koruptor sebagai tindakan tidak etis. Kemudian 28,1 persen yang menganggap partai tersebut tidak berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Selanjutnya, sebanyak 23,7 persen responden menganggap pengusungan caleg mantan koruptor sebagai tindakan politik yang tidak mendidik.
“Hanya 6,3 persen yang menganggap itu sah-sah saja. Itu pun dengan embel-embel, seperti caleg itu sudah insyaf atau sudah berubah,” ujarnya.
Karena itu, lanjut dia, publik sangat mengapresiasi partai politik yang tidak mengusung caleg mantan koruptor.
“PSI (Partai Solidaritas Indonesia, red) satu-satunya partai nasional peserta pemilu yang seluruh calegnya terbebas dari kasus korupsi. Dan itu berpengaruh ke elektabilitasnya yang naik menjadi 1,5 persen,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Rudi mengungkapkan, isu anti-korupsi memang berpengaruh besar terhadap preferensi politik publik dalam memilih partai.
“Ada 30,4 persen responden memilih partai karena pertimbangan bersih,” paparnya.
Sisanya, kata dia, publik memilih partai karena mempertimbangkan figur/tokoh partai (23,4 persen), berpihak pada rakyat (20,1 persen), dan rekam jejak partai (15,7 persen).
“PPP dan Nasdem juga terdongkrak suaranya oleh figur Jokowi. Kita tahu, dua partai ini sangat agressif mendukung Pak Jokowi,” terangnya.
Namun, lanjut dia, nasib berbeda justru dialami oleh Golkar, Demokrat dan PKS. Tiga partai besar itu gagal memperjuangkan kadernya sebagai capres dan cawapres.
“Ketiganya partai besar, tetapi gagal menggunakan posisinya sebagai daya tawar politik untuk negosiasi capres dan cawapres,” tuturya.
Sementara, diantara partai pendatang baru, hanya PSI yang elektabilitasnya menanjak naik, dari 1,3 persen di survei bulan Mei 2018 menjadi 1,5 persen sekarang ini.
Namun, kata Rudi, berbeda dengan PDIP dan Gerindra yang menikmati efek ekor jas, kenaikan elektabilitas PSI didorong oleh konsistensi politik anti-korupsinya.
“PSI satu-satunya partai peserta pemilu yang menyetorkan caleg tidak satupun yang bekas koruptor,” ungkapnya.
Survei Y-Publica berlangsung dari tanggal 13 hingga 23 Agustus 2018, dengan dengan 1200 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) mewakili 34 Provinsi di Indonesia.
Survei ini dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan responden terpilih dengan menggunakan kuisioner. Margin of Error (MOE) survei ini 2,98 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.(c)