KENDARI – Proyek pembangunan rumah Khusus di Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dimenangkan PT Rizki Ilham Bersaudara (RIB) menuai kontroversial. Kelompok Kerja (Pokja) Satuan kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Provinsi Sultra, diduga bermain mata dengan PT RIB, karena pada saat lelang proyek Pokja SNVT justru memanangkan perusahaan yang pernah bermasalah di tahun 2017 lalu.
Dan anehnya, dalam lelang tersebut Pokja SNVT justru menggugurkan penawaran PT Sabata Karya Kencana (SKK), karena dinilai penawaran jauh lebih rendah dari penawaran PT RIB. Padahal, PT SKK memiliki track record yang sangat baik dan tidak pernah sekalipun bermasalah, dan juga memiliki pengalaman yang mumpuni di bidang perumahan.
Berdasarkan informasi, digugurkannya penawaran PT SKK tidak hanya karena penawaran yang rendah, tetapi pihak PT SKK dinilai tidak menunjukan dokumen asli kualifikasi paket pembangunan rumah khusus di Butur. Padahal waktu itu, Tim Pokja SNTV Sultra mengetahui direktur PT SKK sedang dalam perjalanan udara dari Provinsi Aceh ke Kota Kendari untuk membawa dokumen asli yang akan disetorkan ke Tim Pokja SNVT Penyediaan Perumahan Sultra.
Menanggapi hal ini, Direktur PT SKK, Riswan Syahputra yang dikonfirmasi Mediakendari.com, menduga adanya skenario yang dilakukan olek Tim Pokja dalam penetapan pemenang lelang Proyek penyediaan perumahan. Bahkan sejak pembentukan tim satuan kerja (Satker) sudah mulai menyalahi aturan.
“Didalam LDK persyaratan personil yang memiliki SKA gandeng dan SKT sangat tidak relevan dengan nilai pekerjaan yang sederhana seperti SKA dan SKT sampai 16 lembar, seharusnya SKT perumahan wajib, dan jaminan penawaran wajib untuk pekerjaan diatas Rp.2,5 Miliar,” terangnya, Minggu (28/10/2018).
Riswan mengklaim jika perusahaan yang dipimpinnya merupakan perusahaan Multinasional, dan sudah sekian kali mengikuti lelang pada satu tempat saja, melainkan mengikuti lelang proyek di Jakarta dan beberapa Provinsi di Indonesia. Sehingga dengan waktu sempit yang dijadwalkan Pokja Sultra, pihaknya mengaku kesulitan untuk memenuhi kriteria yang disampaikan pokja, dan mengenai persoalan keterlambatan penyetoran dokumen asli, seharusnya memberi waktu yang rengan bukan waktu yang sifatnya mendadak.
“Apabila mereka ingin menuntut perusaahan kita lengkap dokumen, didalam waktu yang telah ditentukan itu tidak mungkin terjadi, pasalnya jarak tempuh dari Aceh menuju Kendari sangat jauh. Dan mereka juga tahu pada saat diterbitkan surat pemberitahuan penyetoran dokumen, saya langsung berangkat ke Kendari dengan membawa dokumen aslinya. Tapi setelah sampai di Kendari, pihak Pokja mengatakan penyetoran dokumen sudah terlambat, dan perusahaan kami langsung digugurkan,” jelasnya, di Kendari.
Dirinya juga menilai, jika Pokja Sultra tidak jeli didalam melihat aspek-aspek teknis dan administrasi. Karena Pokja justru menetapkan Surat Keputusan Tim yang tidak relepan. Dan rencananya permasalahan ini akan dilaporkan kepada pihak penegak hukum, namun pihaknya masih menunggu sanggahan dari Tim Pokja untuk mengklarifikasi permasalahan ini.
“Sebenarnya jika perusahaan kami dimenangkan, pengembalian uang kepada negara itu sangat besar yang kami tawarkan. Proyek dalam pelelangan itu senilai Rp.6,250 miliar, tapi kami menawarkan Rp.5,431 miliar dengan potongan sebanyak 14 persen atau sekitar Rp.900 juta yang akan disetor ke kas negara. Dan lucunya Pokja Sultra malah memenangkan penawaran yang hanya dipotong puluhan juta untuk disetor ke kas Negara,” tutupnya
Reporter : Afdal