KENDARI – Tanaman perkebunan rakyat rupanya mendorong penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal itu dikarenakan daya beli petani di pedesaan menurun.
Kepala Bidang (Kabid) Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS ) Sulawesi Tenggara (Sultra), Surianti Toar mengungkapkan, data yang dihasilkan BPS Sultra bahwa tanaman perkebunan rakyat, mendorong penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) di Sultra.
“Sesuai data, indeks NTP masing-masing subsektor tercatat yaitu, Subsektor Tanaman Pangan (NTPP) 91,22,Subsektor Hortikultura (NTPH) 91,05, Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 89,52, Subsektor Peternakan (NTPT) 104,35 dan Subsektor Perikanan (NTNP) 116,09. Sedangkan Indeks NTP Nasional sebesar 102,78 atau naik sebesar 0,54 persen dari sebelumnya 102,22,” ujar Surianti saat memberikan materi dalam kegiatan pelatihan kapasitas wartawan terkait data statistik yang dihasilkan, di Aula BPS Sultra, Rabu (20/12).
Dijelaskan, indeks NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan daya beli petani di pedesaan. Indeks NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.
“Untuk indeks harga yang diterima petani, dimana penimbang yang digunakan untuk indeks harga adalah nilai produksi yang di jual petani dari tiap jenis barang hasil pertanian tanaman bahan makanan yakni holti kultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan,” ucapnya.
Ia juga menerangkan, semakin tinggi indeks NTP di suatu daerah, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan serta daya beli petani.
“Jadi, indeks NTP yang diperoleh itu dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani,” tutupnya.
Reporter: Waty
Editor: Kardin