Reporter : Hasrun
RUMBIA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), membawa keranda mayat bertuliskan buruh tani mati di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis 16 Juli 2020.
Masa aksi yang berjumlah sekira 40 orang itu meminta agar secara kelembagaan DPRD Bombana menolak RUU Omnibus LAW. Masa aksi menilai undang ini hanya untuk membuka investasi seluas – luasnya bagi koorporasi atau pemodal.
“Sementara menghilangkan hak – hak pekerja. Dengan upah murah, menghilangkan hak cuti haid, sakit, melahirkan, cuti memperingati hari besar, dirumahkan tanpa pesangon,” teriak salah satu orator, Hasrianil.
Menurutnya, semangat undang – undang cipta kerja (Omnibus LAW) yang akan disahkan sarat dengan kepentingan kaum pemodal yang bercokol dalam kekuasaan Negara.
“Seharusnya Negara memperkuat UU KPK untuk memberantas korupsi. Bukan malah undang – undang ketenagakerjaan yang harus direvisi,” tegasnya.
Selain itu, kata Hasrianil, sektor pendidikan yang juga termaktub dalam Rancangan undang – undang RUU Omnibus LAW tak terlepas dari ancaman komersalisasi dan privatisasi pendidikan.
“Ini akan berdampak semakin mahalnya biaya pendidikan. Sehingga akan susah diakses bagi rakyat kelas menengah ke bawah,” ucapnya.
Olehnya itu, sebagai representasi rakyat, LMND meminta DPRD daerah Bombana untuk menyatakan sikap tegas menolak RUU Omnibus LAW yang berbuah neoliberalisme atau penjajahan gaya baru (Disektor ekonomi).
“Jika RUU ini disahkan, maka buruh kita akan semakin sengsara,” tukasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum satupun anggota DPRD Bombana yang menemui massa aksi.
Menemui massa aksi, salah satu anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional (PAN), Askar mengantakan akan meneruskan tuntutan massa aksi ke pimpinan DPRD Bombana.
“Kalau untuk kepentingan masyarakat kita akan dukung secara kelembagaan. Insya Allah besok datang pimpinan saya sampaikan, baru kordinasi ke DPR yang lebih tinggi,” singkatnya. (a).