Redaksi
KENDARI – Sebagian publik mulai mempertanyakan soal TV Nasional yang membuka Biro di daerah atau yang lebih dikenal program TV Berjaringan. Pasalnya, sebagian publik di daerah menganggap, tidak ada dampak berarti sesuai komitmen awal khususnya di Sulawesi Tenggara (Sultra) terkait hadirnya TV Berjaringan tersebut.
Terkait hal ini tim MEDIAKENDARI.com coba meminta tanggapan salah satu mantan pelaku industri penyiaran publik yang sejak awal penerapan peraturan TV berjaringan sudah mengikuti segala proses dan aktualiasi di lapangan.
Ditemui diruang kerjanya, Ahmad Nizar yang akrab di sapa Ino, merupakan salah satu saksi sejarah perjalanan awal TV Berjaringan di Sultra. Ahmad Nizar sejak 2008 akhir pernah bekerja di salah satu TV swasta nasional, hingga akhirnya dirinya dipercaya membangun Kantor biro TV tempat dia bekerja di Kendari pada tahun 2012 hingga 2013.
Dirinya kemudian memutuskan beristirahat dari kantor Biro TV dirinya bekerja saat itu pada tahun 2017.
Ditanya soal kondisi TV Berjaringan di Sultra saat ini, dirinya hanya tersenyum, dan dengan canda mengungkapkan kelucuan Soal TV berjaringan yang menurutnya hanya sebuah program administrasi tapi aktualisasinya tutup mata saja.
“Singkat saja yah, TV Berjaringan itu dari sisi syarat sederhananya begini, izin okelah wajib EDP dan IPP harus dilewati, uji coba siaran minimal 1 tahun, konten siaran lokal minimal 10 % dari total durasi siaran tv nasional-nya dalam sehari, kantor bironya harus punya studio, harus punya master control room, alat post produksi sendiri, nah kalau ini semua dijalankan berarti ada penyerapan SDM lokal yang lumayan kan, nah setelah sekian lama program TV Berjaringan ini berjalan, kita saksikan sendiri kalau perlu datangi sendiri kantor Bironya apakah itu sudah dijalankan? Sekarang saya tanya ke Komisi Penyiaran Independen Daerah Sultra yang bertanggung jawab atas perjalanan TV Berjaringan ini, Kalau misalnya KPID sudah mengeluarkan izin IPP dari beberapa tahun silam trus ternyata sampai hari ini kantor bironya tidak menjalankan minimal stengah dari poin di atas, missal tidak punya studio, tidak punya MCR, tidak punya alat produksi apalagi karyawan, beranikah KPID menutup TV nya?,” tegas ino sambil tersenyum kepada awak reporter kami.
Pernyataan Ahmad Nizar cukup berdasar, sebab saat ini, jarang kita menemukan tayangan lokal konten di TV nasional yang berjejaring lokal mampu memenuhi siaran konten lokal antara 1 sampai 2 jam full konten local. Jarang pula kita temui khususnya di kota Kendari Kantor Biro TV Nasional yang memiliki aktifitas produksi dan karyawan sesuai yang diharapkan dalam marwah dari program TV Berjaringan itu sendiri.
“Ada lagi yang lucu, gambar di ambil di Sultra, di edit di daerah lain, trus dikembalikan ke Kendari trus ditayangkan, ada juga tv nasional di Biro Kendari yang membuat konten tahun ini, tapi itu terus yang ditayangkan sampai beberapa tahun kedepannya, saya tidak usah sebut stasiun tv apa, saya yakin teman-teman di KPID paham, ini jangan dianggap persoalan biasa, TV berjaringan itu menggunakan frekuensi public, jangan pikir mereka sudah menyahuti aturan Lembaga misalnya Loka Monitor, Kominfo Provinsi serta Lembaga lain yang berkaitan syarat administrasi kemudian beres urusan, justru tantangan besar adalah ketika public yang merasa frekuensinya telah digunakan oleh hal yang tidak menguntungkan bagi public itu sendiri, wajib public pertanyakan.Ya saya bagian dari public juga dan di daerah saya ini belum ada sy lihat TV Biro Nasional yang menjalankan 100% syarat atau konsep TV berjaringan sesuai yang dimaksud,“ terangnya.
Lebih lanjut menurut Ahmad Nizar, TV Berjaringan itu kalau dilihat dari aktualisasinya sekarang khususnya di Kota Kendari saja, ibarat buku yang dibaca kemudian dihayalkan isi bacaanya saja dan entah kapan bisa melihat kondisi realitas dari semua aturan undang-undang dan syarat yang telah dibuat oleh negara itu.
“Berulang kali kami diingatkan soal UU 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan perundangan yang berlaku, belum lagi aturan turunan lainnya saat saya masih berada dalam sistem penyiaran berjaringan, tapi ujung nya apa? Ini salah satu bentuk negara sudah tidak peduli akan kualitas kinerja khususnya dibidang penyiaran daerah, entah apa yang terjadi ditingkat Lembaga TV dan Lembaga pemerintah yang berkaitan Penyiaran TV Berjaringan ini, atas dasar inilah saya ingin Tau program apa yang sebenarnya dikerjakan teman-teman di KPID Sultra , kalau dibilang pembinaan, sejak KPID periode pertama semua pembinaan dan kontroling konten program bahkan dilakukan, sebentar periode baru lagi kembali ke pembinaan, sementara orang yang dibina tidak berganti dari tahun dulu,” ujar ino yang menganggap TV berjaringan sudah berjalan tanpa koridor dan arah yang jelas khususnya di sultra.
Awalnya semua publik di daerah berharap, hadirnya program TV Berjaringan ini, membuka sedikit ruang konten siaran local untuk berekspresi lebih dibanding sebelumnya. Dengan durasi 10 % saja dari total waktu siaran TV nya secara nasional cukup memberi ruang lebih luas agar daerah bisa terserap informasi kedaerahan dengan beragam konten, bukan hanya selama ini informasi daerah ditonton ketika terkait Kriminal, keributan, Bencana Alam, dan topik tertentu saja, namun dengan hadirnya TV biro lokal mampu mengangkat sisi lain informasi daerah yang mungkin tidak bisa ditayangkan di siaran nasional nya, namun harapan itu hanya mimpi dengan melihat kondisi terkini siaran local TV nasional yang ada di Kendari saat ini.
“Pemantauan saya, di Kendari saat ini ada INews TV Kendari, Kompas TV Kendari dan SCTV Kendari yang benar-benar melakukan produksi lokal secara Inhouse Production dan regular produksi hingga saat ini, namun durasi penayangan konten lokalnya belum semua memenuhi harapan, sementara TV lain di biro Kendari masih menggunakan sistem pengiriman materi dan diproduksi di daerah lain lalu ditayangkan kembali ke Kendari, dan ada juga sekali produksi untuk penayangan sampai 2 tahun materi yang sama. Mungkin bisa ditanyakan ke KPID Sultra, tindakan tegas apa yang sudah dilakukan selama ini atas tidak patuhnya lembaga penyiaran atau TV Biro yang masih lalai akan tanggung jawab mereka, karena kalau sepengatahuan saya persoalan ini sudah berlarut dan bertahun, jika hanya teguran jangan sampai akan berbentuk teguran terus sampai beberapa pergantian komisioner KPID kedepannya,” ujar ino.
Besar harapan publik, baik lembaga penyiaran maupun lembaga pemerintahan yang berhubungan dengan penyiaran tidak hanya menganggap syarat administrasi menjadi syarat terakhir dalam mendirikan TV Berjaringan, namun pertanggung jawaban public atas aktualisasi dilapangan menjadi syarat terakhir, jangan dijadikan harapan positif dari lahirnya TV Berjaringan hanya sebuah mimpi tanpa kenyataan.