MUNA

Warga Kabawo Kembali Blokir Jalan Poros di Muna, Tiga Mobil Plat Merah Disandera

626
Suasana pemblokiran jalan Poros Raha-Lakapera
Suasana pemblokiran jalan Poros Raha-Lakapera di Desa Bea, Kecamatan Kabawo oleh Gerakan Masyarakat Kabawo Kabupaten Muna. Tampak tiga unit mobil milik pemerintah disandera massa aksi. Mereka menuntut perbaikan jalan dari Pemprov Sultra.

Reporter : Dewona

MUNA – Warga Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali memblokir jalan poros Raha – Lakapera. Massa yang menamakan diri Gerakan Masyarakat (Germas) Kabawo ini memblokir jalan di dua titik berbeda, yakni di ruas poros Kelurahan Laimpi dan Desa Bea, Kecamatan Kabawo.

Dalam tuntutannya, masa aksi meminta pihak pemerintah provinsi (Lemprov) untuk segera melakukan perbaikan jalan. Mereka menilai, kondisi kerusakan jalan antara Bea sampai Laimpi sudah sangat parah dan memprihatinkan sehingga harus mendapat perhatian serius.

Germas juga mengaku warga setempat merasa sangat resah akibat debu jalanan yang hari-hari terus bertebaran hingga ke perumahan warga sekitar yang seolah menjadi ‘investasi penyakit’ buat mereka gegara kerusakan jalan tersebut.

“Kami meminta kepada Bapak Gubernur Sultra, Ali Mazi, untuk tidak menutup mata melihat persoalan ini. Tidak kah bapak mengetahui debu-debu jalanan yang hari-hari kami hirup ini adalah ancaman nyata buat keselamatan jiwa kami,” ungkap koordinator lapangan (Korlap) aksi, Risman dikonfirmasi Minggu, 09 Agustus 2020.

Akibat pemblokiran jalan tersebut, kata dia, arus lalu lintas di poros utama penghubung antara Kabupaten Muna, Muna Barat, dan Buton Tengah ini lumpuh total. Para pengguna jalan terpaksa harus mencari jalan alternatif lain untuk melintas.

Germas Kabawo menutup jalan menggunakan material dan kayu. Pihaknya juga mendirikan tenda di badan jalan. “Hanya Ambulance dan urusan adat dan budaya yang kami perbolehkan melintas,” ujar Risman.

Selain itu, Risman juga mengaku langkah pemblokiran tersebut adalah puncak dari kemarahan warga terhadap Pemprov Sultra atas komitmen perbaikan jalan yang sebelumnya sudah dijanjikan kepada mereka. “Jadi sebenarnya aksi blokir jalan ini juga adalah rentetan dari gerakan kami sebelumnya,” geramnya.

Ia mengungkapkan pada 21 Juni 2020 lalu, Germas Kabawo juga melakukan aksi yang sama. Lalu pada 27 Juni 2020 atau sepekan aksi mereka berlangsung, terbangun sebuah kesepakatan bersama pihak Pemprov Sultra melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Bina Marga yang diwakili oleh Kasi Preservasi dan Peningkatan Jalan, Beny Indra dan Anggota Komisi III DPRD Sultra, LM Marsudi.

Kesepakatan tersebut tertulis dalam sebuah peryataan yang ditandatangani diatas kertas bermaterai bahwa dalam waktu 30 hari, pemerintah untuk sementara akan memfungsionalkan jalan antara Desa Bea dan Laimpi dengan menggunakan material batu pecah dari Moramo.

“Kapolres Muna, Kadis PU Muna, dan Camat Kabawo, saat itu turut menjadi saksi dalam pernyataan tersebut,” beber Risman.

Namun dalam perjalanannya yang dijanjikan kepada mereka tidak ditepati. “Artinya kami telah dibohongi,” kesalnya.

“Memang ada material yang sempat didatangkan namun warga disini menilai bahwa itu bukan material dari Moramo melainkan hanya batu kapur,” lanjutnya.

Germas Kabawo juga mengatakan pihaknya tidak menerima adanya material tersebut. Selain karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal, material batu kapur justru akan memperparah tebaran debu di pemukiman. “Itu lah yang kembali menyulut kemarahan kami,” imbuhnya.

Ia menyebut, aksi blokir jalan tersebut saat sudah memasuki hari keempat dimana aksi itu dimulai Kamis, 06 Agustus 2020.

Selain memblokir jalan, Germas Kabawo juga menyandera tiga unit mobil plat merah milik Pemda Muna, diantaranya milik Dinas Pekerjaan Umum. Tiga mobil dinas tersebut lantas dipajang di titik pemblokiran yang ada di Desa Bea.

Penyanderaan mobil tersebut kata Risman adalah wujud komitmen mereka bahwa sudah tidak main-main lagi mengawal persoalan perbaikan jalan di Kabawo.

Ia pun mengaku pihaknya sudah tidak akan percaya lagi dengan janji-janji yang akan ditawarkan. Mereka hanya akan membubarkan diri jika Pemprov Sultra melalui Dinas SDA dan Bina Marga mulai melakukan pengerjaan jalan.

“Sudah tidak ada lagi mediasi. Apa pun yang terjadi, kami akan bubar setelah material dan alat berat diturunkan,” tegas Risman.

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version