KENDARI, MEDIAKENDARI.COM – Salah Satu Koordinator Presidium Forum Sultra Satu, Satu untuk Sultra, Abu Hasan menyebut, masyarakat Sultra masih menjunjung tinggi nila-nilai budaya lokal.
Kata dia, ide dan gagasan empat pilar ini sebetulnya dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan psikologis masyarakat Sultra.
“Kenapa episentrumnya ke budaya, karena kita meyakini bahwa budaya itu penetrasinya bisa mewarnai, ekonomi, politik, sosial budaya, dan lainnya. Jadi kita episentrumnya ke budaya. Makanya empat pilar itu, empat pilar budaya besar di Sultra, Moronene, Tolaki, Muna, Buton ini yang kita coba bangkitkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan sehingga di masa depan yang namanya warisan budaya ini tetap ternetralisasi di kalangan tokoh muda, tokoh mahasiswa, tokoh pemuda, para intelektual, aktivis dan seluruh stakeholder yang menentukan arah pembangunan dan masa depan Sultra,” kata dia saat ditemui di Kendari, Jum’at (04/10/22).
Baca Juga : OJK Terus kembangkan Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Dalam forum ini, beberapa tokoh di Sultra di daulat untuk menjadi anggota presidium. Forum ini bukan organisasi yang formal seperti ormas, ini sifatnya ad hoc.
“Mungkin selesai pesta 2024 kita mungkin ganti formula dengan nama yang lain, tapi kita ingin sampai di tahun 2024 tema-tema budaya terus kita perkuat sehingga masyarakat Sultra ini menghadapi momentum 2024 memiliki kesadaran baru untuk mencari sosok pemimpin daerah yang benar-benar lahir dari akar budaya, lahir dari culture hero atau tokoh budaya yang ada di Sulawesi Tenggara ini,” terangnya.
“Kita bukan tidak suka dengan orang yang masuk, selama ini daerah ini sudah menjadi daerah terbuka. Terbuka secara ekonomi, sosial, dan politik. Yang menjadi bupati anggota DPR kan tidak ada proteksi. Semua mau lewat pintu partai apapun silahkan tapi khusus untuk gubernur ini memang diberi atensi oleh banyak pihak, karena kita memang tidak boleh mengabaikan proses politik 2024. Karena hasilnya itu akan menentukan nasib orang banyak di Sulawesi Tenggara makanya kita peduli,” sambung mantan Bupati Butur ini.
Baca Juga : Muna Barat dengan Reformasi Birokrasi Ditangan Pj Bupati
Abu Hasan menjelaskan, perihal budaya lokal, di mana mana bukan hanya di Sultra, mungkin di Jawa, Kalimantan dan lainnya semua berlaku sama.
“Selama persoalan pilih memilih soal demokrasi, orang akan memilih seseorang itu dia bahagian dari saya atau bukan. Misalnya saya ada niat untuk menjadi Wali Kota di Solo orang akan bilang saya orang Buton Utara mau jadi Wali Kota di Solo. Kalau mau jadi bupati di Buton Utara,” ungkapnya.
“Jadi ini bukan soal rasis, primordial primer tapi ini memang semangat demokrasi, sejalan dengan semangat otonomi daerah, sejalan dengan nilai antropologi dan sosiologi politik,” tukas mantan Karo Humas ini.
Reporter : Rahmat R.
Facebook : Mediakendari