JAKARTA, Mediakendari.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberi apresiasi kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam upaya menurunkan prevalensi stunting.
Salah satunya adalah Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang jumlahnya mencapi hampir 600 ribu orang di seluruh Indonesia.
Apresiasi itu disampaikan Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN RI Sukaryo Teguh Santoso yang memberi arahan mewakili Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo pada Rabu (13/09/2023).
Teguh menyampaikan apresiasi itu saat membuka forum diskusi Kelas Tim Pendamping Keluarga yang Handal, Berempati dan Bersahabat (TPK Hebat) Seri IV Tahun 2023 bertema “Fasilitasi Layanan Bantuan Sosial dan Sistem Rujukan untuk Sasaran Keluarga Berisiko Stunting (Catin, Ibu Hamil, Ibu Pascapersalinan, Baduta) serta Optimalisasi Gizi dalam 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan).
Kami mengapresiasi Tim Pendamping Keluarga di seluruh Indonesia atas keberhasilan menurunkan prevalensi stunting sebesar 2,8 persen dari 24,4% tahun 2021 menjadi 21,6% tahun 2022. Kami juga mengapresiasi semua pihak yang telah terlibat penurunan stunting secara gotong royong dan konvergensi,” kata Teguh.
Kegiatan ini digelar secara hybrid di Jakarta dan melalui daring zoom, serta ditayangkan secara live streaming melalui Youtube Channel @BKKBN Official.
“Keberhasilan yang besar untuk menurunkan prevalensi stunting 24,4% tahun 2021 menjadi 21,6% tahun 2022, terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam mencapai prestasi ini,” ujar Teguh.
Ada beberapa poin penting yang disampaikan Teguh saat menyampaikan arahannya diantaranya adalah; Target prevalensi stunting tahun 2023 sebesar 16 persen.
“Artinya kita harus bekerja dua kali lipat untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 5,6% dari capaian 21,6% di tahun 2022. Stunting merupakan hasil interaksi berbagai faktor, antara lain, kurangnya asupan gizi, rendahnya pengetahuan dan pengasuhan orang tua mengenai ASI Eksklusif dan MPASI,” jelas Teguh.
“TPK berperan penting dalam memberikan KIE/Penyuluhan, fasilitasi layanan rujukan kesehatan dan fasilitasi layanan bantuan sosial kepada sasaran keluarga mulai dari calon pengantin, ibu hamil, ibu pascapersalinan dan anak usia 0-59 bulan. Saat ini kita memiliki Tim Pendamping Keluarga sebagai pasukan di lini lapangan yang berjumlah lebih kurang 200.000 Tim di seluruh Indonesia. BKKBN bersama PKB/PLKB, TPPS Desa/Kelurahan dan mitra terkait berperan dalam pengawalan kapasitas TPK dalam pendampingan keluarga,” ujar Teguh.
“Fasilitasi Penerimaan Bantuan Sosial merupakan salah tugas mulia dari Tim Pendamping Keluarga dalam hal memberikan pendampinga bantuan sosial kepada keluarga berisiko stunting yang memenuhi persyaratan bantuan sosial. Kerjasama yang baik antara berbagai pihak, mulai dari Tim Pendamping Keluarga, Puskesmas, Rumah Sakit, hingga Tenaga Kesehatan, diperlukan untuk memastikan bahwa keluarga sasaran berisiko stunting mendapatkan penanganan dan perawatan yang tepat dan tepat waktu. Optimalisasi Gizi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) merupakan faktor penting dalam memastikan pemenuhan gizi bagi Catin, Ibu Hamil, Ibu Pascapersalinan dan Baduta/Balita dalam mencegah stunting,” ujar Teguh.
Program Pemerintah
Pada kesempatan ini hadir sebagai narasumber Direktur Bina Ketahanan Remaja (Dithanrem) BKKBN Dr. Edi Setiawan yang memaparkan bagaimana adanya kerjasama penurunan percepatan stunting kepada seluruh KUA untuk memastikan pemeriksaan 90 hari sebelum nikah bagi calon pengantin dan juga bekerjasama dengan Persekutuan Gereja di Indonesia untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa mengapa catin (calon pengantin) harus memeriksa kesehatan 3 bulan pra nikah itu penting untuk mendeteksi dini kesehatan pasangan calon pengantin dan untuk mitigasi risiko melahirkan bayi stunting.
Maka dari itu hadir Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) untuk TPK mendampingi catin, dan ia menjelaskan alur pendampingan catin dengan berbagai risiko.
“Aplikasi Elsimil ini hadir sebagai upaya preventif yang merupakan aplikasi screening dan pendampingan bagi calon pengantin yang bertujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap kesehatan catin agar dapat memitigasi risiko melahirkan bayi stunting,” ujar Edi.
Kemudian hadir perwakilan dari Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kemensos Neneng Rusmayanti, dimana Kementerian Sosial merupakan bagian dari Intervensi Gizi Sensitif yang sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK. Ada beberapa program Kemensos dengan pengadaan bantuan stunting tahun 2022 dan 2023, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, dan Diklat Pendamping PKH, tentunya dengan kriteria penerima bantuan. Adapun peran kader TPK dalam mekanisme pendaftaran beberapa program tersebut.
“PKH adalah program bantuan sosial untuk keluarga miskin dan rentan dengan fokus pada kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, dan Program sembako bertujuan memberikan bantuan makanan seimbang, mengurangi biaya keluarga miskin, dan meningkatkan kualitas serta pilihan pangan dengan nilai bantuan Rp200.000,- per Kader Pembangunan Manusia. Disini peran kader TPK adalah memastikan data DTKS terupdate (status kehamilan, disabilitas, data Dukcapil), dan berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk mendaftarkan bayi baru lahir ke dalam DTKS,” kata Neneng.
Selanjutnya, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Dumai, Elywarti SKM, yaitu praktik baik sistem rujukan sasaran keluarga keluarga berisiko stunting di kota Dumai, dimana adanya Sistem Rujukan Kesehatan dalam Penanganan Keluarga Berisiko Stunting Kota Dumai dengan tahapan pelaksanaannya yang terstruktur, beberapa dukungan Pemerintah Daerah dan Masyarakat dengan pemerintah maupun swasta, komunitas, dan akademisi, dan juga beberapa Inovasi Kota Dumai dalam Penanganan Stunting yang salah satunya adalah Buku Resep PMT Lokal.
“Tujuan Buku Resep ini adalah menjadi referensi dalam pengolahan makanan tinggi protein sesuai kebutuhan gizi bagi ibu hamil KEK (Kekurangan Energi Kronis) dan Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang, yang berasal dari bahan pangan yang tersedia dan mudah diperoleh di wilayah setempat dengan harga terjangkau,” kata Elywarti.
Founder Gizi Nusantara, Esti Nurwanti menambahkan kepada para TPK yang nantinya menyampaikan pengetahuan mereka kepada keluarga yang kurang gizinya dengan apa saja dampak konsumsi sayur, mie instan, dan ikan terhadap kesehatan dan kesuburan, intervensi untuk meningkatkan asupan sayur dengan modifikasi menu sayuran (smoothie bayam) dan es krim sayur, beberapa upaya meningkatkan pengetahuan catin dengan rujukan dan pendampingan, lalu apakah ibu hamil bisa mengkonsumsi ikan atau perlu dihindari.
“Ibu hamil perlu berhati-hati dalam memilih jenis ikan yang mereka konsumsi, terutama yang tinggi kadar merkurinya, karena merkuri dapat berdampak negatif pada perkembangan janin, salah satu contohnya seperti mackerel, terutama jenis besarnya sebaiknya dihindari oleh ibu hamil atau dikonsumsi dengan sangat terbatas,” ujar Esti.
Melalui forum diskusi kali ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa keluaran yaitu meningkatnya kualitas capaian dan kualitas pendampingan Calon Pengantin/Calon Pasangan Usia Subur, Ibu Hamil, Ibu Pasca Persalinan dan Baduta/Balita, dan juga meningkatnya pengetahuan, pemahaman dan keterampilan Tim Pendamping Keluarga dalam melakukan pelayanan KIE, fasilitasi pelayanan rujukan dan bantuan sosial kepada kelompok sasaran.