Reporter: Asrul Hamdi
WAKATOBI – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Wakatobi menjadi sorotan publik, karena kurangnya dokter spesialis yang bekerja RS di daerah berjuluk ‘Surga Bawah Laut’ ini.
Kekosongan dokter spesialis ini terhitung sejak 1 Februari 2020, setelah habisnya masa kontrak sejumlah dokter spesialis yakni dokter kandungan, anak, bedah dan dokter anastesi.
Direktur Utama RSUD Wakatobi, dr. Munardin Malibu mengatakan, saat ini pihaknya hanya memiliki satu dokter ahli untuk melayani pasien, yakni dokter interna atau penyakit dalam.
“Per 1 Februari lalu, empat dokter spesialis telah selesai masa kontraknya. Saat ini kita hanya memiliki satu dokter ahli, yaitu dokter interna,” ungkap pada MEDIAKENDARI.com, Jum’at 28 Februari 2020.
Atas kondisi tersebut, kata dr. Munardin, untuk menarik minat dokter spesialis agar mau bekerja di RSUD Wakatobi, Pemda telah mengalokasikan anggaran di APBD sebesar Rp 30 juta per orang per bulan.
“Banyak faktor yang menjadi pertimbangan, salah satunya insentif. Kita sudah mengalokasikan melalui APBD sebesar Rp 30 juta per bulan per orang yang pada sebelumnya Rp. 27,5 juta per bulan per orang,” ungkapnya.
Untuk mengatasi kekosongan ini, RSUD Wakatobi juga telah mengusulkan daftar kebutuhan dokter ahli ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun melalui berbagai group dokter.
“Bulan lalu, kami sudah usulkan daftar kebutuhan dokter ke Kemenkes, tapi hingga saat ini belum ada informasi. Kami juga menghubungi rekan-rekan dokter untuk dapat memberi rekomendasi kepada senior maupun junior ke RSUD Wakatobi,” lanjutnya
dr. Munardin menjelaskan, kondisi ini merupakan masalah yang butuh dituntaskan segera. Sebab, berdampak pada pelayanan. Karena tanpa ditangani dokter ahli, pasien tidak bisa diklaim BPJS dan tercatat sebagai pasien umum dan harus dirujuk ke luar daerah.
“Jika ada pasien, kita hanya tangani kondisi daruratnya. Nanti kalau sudah stabil baru kita rujuk dan untuk klaim BPJS harus ada dokter ahli sebagai penanggungjawab,” pungkasnya.