PADANG – Untuk pertama kalinya dalam sejarah seni Minang, empat komponen seni sekaligus berangkat ke Eropa untuk menari, basilek (bersilat), salawat dulang dan berdendang. Seniman ini akan menghadiri acara “West Sumatera Evening,” di Bozar Belgia pada 9 hingga 12 Desember 2017 mendatang.
Dalam beberapa bulan terakhir ini mereka sudah melakukan persiapan di Padang dan di Batusangkar. Rabu malam lalu (25/10), mereka berkumpul di Sanggar nan Jombang guna mempersiapkan tim.
Nama grupnya adalah Sinar Barapi dan Panah Arjuna. Ini pertama kalinya mereka ke Eropa. Persiapan yang mereka lakukan lebih dari cukup. Namun ada hal yang disayangkan. Mereka diabaikan.
“Yang disayangkan, pihak-pihak pemangku kewenangan dan kebijakan di sini tak banyak yang bertanya dan menyapa,” kata koordinator mereka, Ery Mefri di Padang, Kamis (26/10).
Nan Jombang sebagai koordinator dalam tour Eropalia ke Prancis, Belanda, Begia dan Austria ini tak hanya sekadar mengkoordinir, tapi membawa karya tari, yang berjudul Rantau Berbisik.
Karya ini dibuat pada 2007 dan premier pada 2009 untuk selanjutnya telah melakukan pementasan di Bribane, Adelaide, Caine, Darwin, Rhode Island, New York, Washington, Los Angeles, Filipina, Seoul, Singapura, Jepang, Berlin dan di beberapa dalam negeri.
Diskriminasi
“Kami di Nan Jombang sudah sangat merasakan hal itu,” katanya.
Diskriminasi itu, mulai dengan tidak digubrisnya masalah jadwal keberangkatan dan kepulangan tim.
Ia mencatat, tidak diberi waktu pada peserta dari daerah untuk penyesuaian pada pentas dan letting yang diperlukan sebelum pertunjukan. Kemudian, usai pertunjukan malamnya, keesokan pagi harus kembali ke Tanah Air tanpa punya waktu untuk berkemas.
“Kami tidak bisa pulang sama-sama, tapi berpencarnya. Ini bukan hanya menyulitkan, tapi bisa menimbulkan masalah keimigrasian. Apalagi, yang ia bawa seniman tradisi belum pernah ke luar negeri,” kata dia.
Diskriminasi selanjutnya adalah terkait publikasi. Mereka dianggal seolah tak tak ada. Entah apa maksud panitia di Jakarta itu.
“Oleh panitia di Jakarta, Kami dikucilkan dari publikasi, seolah kami tidak ada,” kata dia pula.
Ini terbukti, pada 10 hingga 14 Juli 2017, Indonesia kedatangan tim Belgian Press Trip untuk meliput tim Indonesia yang akan berangkat ke Eropalia.
“Jurnalis itu dibawa ke Solo dan Yogya sedang kita tidak diberi tahu,” katanya.
Durasi yang Dikebiri
“Ini kuratornya dikomandoi Sal Margianto, ini bagaikan disetting agar penampilan dari Sumatera Barat sengaja dibuat tidak lengkap oleh tim Eropalia bersama Kurator-kuratornya, dengan demikian kami ditenggelamkan,” ujar Ery.
Yang lebih perih adalah, di laman Facebook Eropalia Indonesia tak terlihat ada berita dan ulasan tentang pertunjukan Sumatera Barat.
“Sampai detik ini kita sangat buta dengan informasi dan komunikasi untuk segala kebutuhan dalam pertunjukan di Eropalia itu, seolah persaingan bisnis, padahal tidak,” katanya yang diamini penari Angga Mefri.
Ery Mefri jengkel, para kurator di Pulau Jawa seolah-olah takut tersaingi dan menghalang-halangi publikasi.
“Memangnya ada dewa yang akan pindah ke Padang, gara-gara kami terpublikasi?”
Meski begitu, Nan Jombang akan tetap kukuh melangkah menuju Brussel dan Austria dalam Eropalia Desember 2017 mendatang. Tak hanya itu tapi juga trip ke beberapa negara pada tahun berikutnya.
“Ini guna menambah panjang daftar perjalanan Rantau Berbisik,” pungkas Ery.
Seniman tradisi dan Nan Jombang berharap ada kepala daerah dari Sumatera Barat yang datang melihat penampilan mereka di Eropalia pada 9 hingga 11 Desember 2017 nanti di Belgia dan Austria.
Liputan: Redaksi
Editor: Ronal Fajar