Penulis : Rusli
OPINI – Melihat Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat di era masa kini menjadi sebuah fenomena tersendiri yang menarik untuk dikaji. Salah satu bagian dari teknologi komunikasi yang dikenal oleh masyarakat selain televisi dan media cetak adalah internet, atau yang disebut new media. Internet disebut sebagai new media karena belum bisa didefinisikan sebagai media massa.
Dalam impelementasinya, new media (media baru) memiliki fungsi yang sama dengan media massa, yaitu menyampaikan informasi dan berita. Dalam pandangan kritis, media mempunyai kepentingan ekonomi, politik, dan ideology dalam mengkonstruksi realitas dan isu, termasuk politik. Media massa sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan di masyarakat telah memberikan pengaruh yang begitu signifikan di masyarakat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa di era reformasi saat ini, kepemilikan media merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kekuasaan, karena media massa merupakan alat yang utama dalam membentuk opini public. Representasi politik di media massa ingin melihat bagaimana wacana politik di representasikan dalam media massa. Representasi dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara social dan disajikan kepada kita serta oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Fenomena tersebut tidak terlepas dari hegemoni yang dilakukan oleh media massa.
Tayangan media yang disajikan secara terus menerus berpotensi mengkonstruksi pola pikir masyarakat terhadap setiap fenomena yang terjadi. Marshall McLuhan, menyatakan bahwa teknologi mengubah secara radikal cara manusia mengunakan kelima indera mereka, cara mereka bereaksi terhadap sesuatu, dan mengubah hidup mereka dan seluruh lingkungannya masyarakat.
Stigma inilah yang dapat terbentuk di masyarakat terhadap pemberitaan yang dilakukan oleh media massa adalah stigma positif. Sehingga, masyarakat percaya begitu saja apa yang dikatakan oleh media massa. Narasi ini dapat menjelaskan mengenai krisis perubahan iklim ataupun lingkungan yang tidak hanya mendominasi tajuk-tajuk berita utama di media, tetapi juga telah mengubah peta pengaturan sumberdaya alam global, terutama hutan tropis di negara berkembang.
Hal ini didasari oleh berbagai kajian saintifik yang menyebutkan bahwa angka deforestasi hutan tropis telah mencapai level yang mengancam kehidupan manusia (Houghton 2003, 2005; FAO 2006; Corbera dan Schroeder 2011). Namun Ekologi politik melalui sebuah pendekatan eklektik untuk menganalisis konteks politik hubungan antara manusia dan alam (Robbins 2011). Perkembangan media sosial berada pada posisi penting pada dinamika politik kontemporer, terutama setiap jelang pemilihan umum (pemilu).
Media sosial menyajikan alternatif cara berkomunikasi yang berbeda, termasuk sebagai instrumen politik, baik untuk membentuk opini publik, maupun media interaksi antara partai maupun politisi dengan konstituennya.
Hal inilah yang merupakan dampak dari teknologi informasi telah berkembang cepat. Dewasa ini, hampir semua orang memiliki gadget seperti telepon selular, yang sekaligus dapat digunakan untuk mengakses jaringan internet. Dalam konteks pemilu, media sosial menempati posisi strategis sebagai salah satu media kampanye. Oleh karenanya itu bahwa dalam Ekologi politik menitikberatkan analisis terhadap keterkaitan antara sistem ekonomi politik global dengan krisis dan degradasi lingkungan yang terjadi di ranah lokal.
Ekologi politik berakar pada pendekatan strukturalis dan Marxisme, yang kemudian berkembang dengan mengadopsi pendekatan post-strukturalis. Melihat dua pendekatan dalam Ekologi politik yang dominan, yaitu pendekatan aktor dan pendekatan kritis. Pendekatan aktor mengkaji kepentingan, karakteristik dan tindakan dari para aktor dalam konflik politik dan ekologi. Pendekatan strukturalis melihat persoalan degradasi lingkungan sebagai akibat dari kekuatan kapitalisme atau kebijakan negara yang berdampak pada masyarakat lokal dan lingkungan (Satria 2007).
Sementara pendekatan pasca-strukturalis lebih menekankan pada pengaruh sejarah dan budaya terhadap evolusi konsep perubahan dan degradasi lingkungan sebagai kekuatan linguistik dan politik (Forsyth 2003).
Maka Penerapan ini melihat sebagaimna kekuasaan pemilik media terhadap tayangan media massa sebagai sebuah kendaraan politik sebagaimana diketahui asumsi kedua teori Ekologi Media dan ekologi politik sebagai sesuatu yang langsung mempengaruhi manusia.
Cara manusia memberi penilaian, merasa, dan bereaksi cenderung dipengaruhi oleh media, saat ini banyak pemilik media yang juga berkecimpung di ranah politik, sehingga mereka menggunakan media yang mereka miliki untuk membentuk opini publik sekaligus pencitraan terhadap diri mereka sendiri. Juga antara akurasi berbasis inovasi dan teknologi dengan isu keadilan adalah sesuatu yang harus menyatu.
Dengan demikian, sudah saatnya untuk memperbaiki tata kelola yang baik pada sumber daya alam dan sumber daya manusia di Indonesia dan menarik benang merah dalam memadukan keberadaan new media dalam melihat rasionalitas media di era abad – 21 yang sangat berdampak pada rasionalitas ekonomi politik , dan rasionalitas moral politik, dan rasionalitas politik pada pengguna media.