NEWS

Hari Nelayan Nasional, BKKBN Jadikan Momentum Turunkan Stunting Melalui Revolusi Pola Makan Ikan

439
×

Hari Nelayan Nasional, BKKBN Jadikan Momentum Turunkan Stunting Melalui Revolusi Pola Makan Ikan

Sebarkan artikel ini

SETIAP tanggal 6 April, Bangsa Indonesia memperingati sebagai Hari Nelayan Nasional. Peringatan ini sebagai bentuk apresiasi atas jasa para nelayan yang telah berupaya memenuhi sumber pangan dan gizi bagi masyarakat Indonesia.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini juga menjadikan Hari Nelayan Nasional sebagai momentum dalam mengintervensi gizi bagi anak dalam pemberian protein hewani.

Intervensi gizi ini menjadi salah satu strategi dalam upaya percepatan penurunan stunting dalam hal perbaikan pola makan anak. Mengkonsumsi Ikan menjadi salah satu sumber makan yang baik dalam perbaikan pola makan.

Sebagai sumber pangan, ikan punya kandungan gizi yang sangat baik seperti protein sebagai sumber pertumbuhan, asam lemak omega 3 dan 6 yang bermanfaat bagi kesehatan ibu dan pembentukan otak janin, vitamin, serta berbagai mineral yang sangat bermanfaat bagi ibu dan janin. Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh.

Kepala Perwakilan BKKBN Maluku Utara Renta Rego, Kamis (06/04/2023) berharap melalui peringatan Hari Nelayan Nasional ini menjadikan masyarakat di Maluku Utara bisa memperbaiki pola makan untuk upaya percepatan penurunan stunting.

“Wilayah Maluku Utara sebagian besar perairan sehingga produksi ikan cukup banyak. Akan tetapi angka stunting masih tinggi juga. Sehingga perlu ada upaya dalam mengedukasi masyarakat dalam mengkonsumsi ikan yang baik. Harapannya momentum ini menjadi upaya percepatan penurunan stunting melalui intervensi gizi protein hewani yang dikonsumsi dalam perubahan pola makan masyarakat,” kata Renta Rego di Kota Sofifi, Ibukota Provinsi Maluku Utara.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2021 tercatat Provinsi Maluku Utara menduduki peringkat kedua angka konsumsi ikan (AKI) tertinggi dengan rata-rata konsumsi ikan sebesar 75,75 kilogram per kapita per tahun. Hal ini dikarenakan Provinsi Maluku Utara yang memiliki wilayah perairan yang lebih besar daripada wilayah daratannya.

Senada hal itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Rusman Efendi mengatakan agar produksi ikan tangkapan nelayan di Banten tidak dijadikan komiditas perdagangan semata namun masyarakat mengonsumsinya.

Menurut Rusman, mengonsumsi ikan merupakan salah satu cara efektif pencegahan stunting, oleh karenanya sangat penting meningkatkan kesadaran masyarakat, agar paham akan pentingnya mengkonsumsi ikan sebagai bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi, khususnya pada masa 1.000 hari pertama kehidupan dimulai sejak masa kehamilan sampai dengan bayi hingga anak berusia dua tahun karena apabila pada periode 1000 HPK ini asupan gizi tidak mencukupi akan berdampak pada terhambatnya kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak yang bersifat permanen.

“Kalau dilihat dari berlimpahnya produksi ikan harusnya Provinsi Banten angka stuntingnya rendah, namun kenyatanya Provinsi Banten masuk kedalam 12 Provinsi prioritas percepatan penurunan stunting, artinya kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya asupan makanan berprotein tinggi masih sangat kurang sehingga cenderung mengabaikan pola makan yang sehat dan bergizi, maka itu pentingnya edukasi pencegahan stunting kepada orang tua, bahkan calon orang tua juga harus diberikan edukasi tentang stunting,” kata Rusman.

Provinsi Banten merupakan wilayah daratan yang berada di ujung barat pulau Jawa yang dikelilingi oleh laut yaitu Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudera Hindia. Potensi perikanan di Banten sangat mendukung dalam peningkatan produksi perikanan secara optimal dengan didukung oleh sumberdaya alam dengan luas perairan laut 11.500 Km2 dengan panjang garis pantai 500 km.

Berdasarkan Data BPS (Banten dalam Angka 2022) produksi perikanan tangkap di provinsi Banten tahun 2020 sebesar 73,84 ribu ton dengan nilai produksi sebesar 2,42 triliun rupiah. Produksi perikanan tangkap di laut terbesar dicapai oleh Kabupaten Pandeglang, 27,50 ribu ton. Sedangkan untuk produksi perikanan di perairan umum dataran pada tahun 2020 mencapai 925 ton atau senilai 22,65 milyar rupiah. Produksi perikanan diperairan umum daratan terbesar di Kota Tangerang Selatan 462 ton.

Sementara itu kasus stunting di Bengkulu yang prevalensi pada 2022 berada pada angka 19,8 persen, turun dari 2021 sebesar 22,1 persen, ternyata disumbang dari wilayah pesisir pantai yang notabene penghasil ikan.

Data Provinsi Bengkulu pada 2021 menunjukkan produksi perikanan terbesar berasal dari perikanan tangkap di laut dengan produksi sebesar 68.070 ton, sedangkan perikanan perairan umum daratan memiliki hasil produksi sebesar 1.921 ton (Bengkulu dalam Angka 2021).

Berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) 2022, Kabupaten Kaur dengan angka stunting sebesar 12,4 persen, Bengkulu Selatan 23,2 persen, Kabupaten Seluma sebesar 22,2 persen, Kota Bengkulu 12,9 persen, Bengkulu Utara 22,8 persen dan Kabupaten Mukomuko 22,3 persen. Mirisnya daerah tersebut merupakan daerah pesisir dan mengalami peningkatan dari sebelumnya.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu Zainin mengatakan permasalahan stunting tidak dapat disimpulkan akibat satu pokok permasalahan seperti kekurangan gizi. Selain gizi, stunting juga dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat.

“Dapat saja penyebab stunting di daerah pesisir diakibatkan rendahnya pengetahuan keluarga tentang pola asuh yang sehat,” kata Zainin.

Provinsi Bengkulu terbagi dalam sepuluh kabupaten/kota, dimana sebagian besar wilayahnya berada di pesisir pantai sebagai penghasil ikan. Namun, tidak dapat dikatakan daerah tersebut penyumbang stunting di Bengkulu yang disebabkan oleh kekurangan protein ikan.

Garda Terpenting
Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tengah Tenny C. Soriton mengatakan para nelayan memiliki sumbangsih besar dalam percepatan penurunan stunting melalui penyedian bahan pangan berprotein tinggi seperti ikan. Apalagi di Sulawesi Tengah yang wilayah perairannya lebih luas dari pada daratan.

“Nelayan menjadi garda terpenting dalam pemenuhan kebutuhan protein keluarga. Sumber protein hewan yang paling tinggi adalah ikan dan daging. Tentunya ini sumber daya alam yang tentunya jika dikelola dengan baik bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Sulawesi tengah dengan luas wilayah dan bentangan pesisi pantai yang sangat luas tentunya menjadi kekuatan untuk bagaimana bisa menunjang stok ikan dan protein bagi masyarakat,” kata Tenny.

Sulawesi Tengah adalah satu-satunya provinsi di Kepulauan Sulawesi yang memiliki 3 perairan sekaligus dan hal ini tidak dimiliki oleh provinsi-provinsi lainnya di Kepulauan Sulawesi, perairan-perairan itu terdiri atas Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar/ Laut Sulawesi. Dari ketiga perairan tersebut luas total perairan Sulawesi Tengah yaitu 77.295,9 km2. Panjang garis pantai Sulawesi Tengah sekitar 6653,31 km, sementara luas daratan hanya 61.841,29 km² (BPS 2020)

“Tentunya ini menjadi harapan kita dengan didukung oleh sumber daya laut yang tinggi sekaligus juga menjadi bahan atau PR kita bersama untuk bagaimana pengelolaan ikan ini bisa berjalan dengan baik dan bisa merubah pola perilaku masyarakat sulawesi tengah untuk mengkonsumsi ikan,” ujar Tenny.

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulteng dalam Buku Peta Potensi Peluang Usaha dan Investasi Kelautan Perikanan tahun 2018 Mencatat sebanyak 69.476 nelayan yang ada di seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah di tahun 2018. Dari jumlah 69.476 nelayan yang tersebar di Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala sebagai nelayan terbanyak di Sulawesi Tengah, dengan jumlah 18.539 nelayan, disusul Kabupaten Banggai dengan 7.715 nelayan dan Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah 7.710 nelayan.

DKP juga menguraikan Potensi perikanan di Sulteng meliputi berbagai jenis ikan laut ekonomis seperti ikan pelagis besar (tuna, cakalang dan tongkol), ikan pelagis kecil (layang, selar, teri, tembang dan kembung) dan non ikan seperti udang windu, rajungan, jenis udang lain, tiram, cumi-cumi, sotong dan teripang.

Kondisi ini menjadikan satu keunggulan bagi Sulawesi Tengah untuk memenuhi kebutuhan gizi protein hewani keluarga khususnya kepada sasaran percepatan penurunan stunting seperti remaja, calon pengantin, ibu hami, ibu menyusui dan bayi usia 2 hingga 5 tahun. Selain itu, Tenny mengungkapkan bahwa hal tersebut sekaligus menjadi tantangan pemerintah dalam memastikan masyarakat mengkonsumsi ikan.

“Konsumsi ikan bagi masyarakat bisa ditingkatkan agar nanti anak-anak atau generasi di Sulawesi Tengah bisa mendapat asupan protein hewan yang tinggi sehingga bisa meningkatkan sumber daya manusia di sulawesi tengah” sambung Tenny.

Ia berharap Potret stunting di Sulawesi Tengah yang masih tinggi berdasarkan data SSGI 2022 yakni 28.2 persen bisa dikoreksi dengan pemanfaatan sumber daya perairan Sulawesi Tengah seperti Ikan yang sudah terbukti efektif mengatasi permasalahan gizi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan berasal dari hewan, seperti telur, daging/ikan dan susu atau produk olahannya.

You cannot copy content of this page