KENDARI – Pada september 2018 Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Tenggara (Sultra) tercatat 95,78 atau naik 0,52 persen dibandingkan NTP bulan sebelumnya yang mencapai 95,29. Hal ini disebabkan karena kenaikan Indeks harga yang diterima petani lebih besar dibandingkan dengan kenaikan Indeks harga yang dibayar petani.
Kepala BPS Sultra Moh. Edy Mahmud mengatakan, NTP Sultra pada September tercatat sebesar 95,29 atau mengalami kenaikan sebesar 0,52 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 95,29.
“Indeks NTP masing-masing subsektor tercatat sebagai berikut yakni subsektor Tanaman Pangan (NTPP) 87,15; subsektor Hortikultura (NTPH) 95,75; subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 89,29; subsektor Peternakan (NTPT) 106,86; dan subsektor Perikanan (NTNP) 117,79,” ungkapnya Moh. Edy di ruang aula BPS Sultra, Senin (01/10/2018).
Ia menjelaskan, indeks NTP nasional sebesar 103,17 atau naik sebesar 0,59 persen dari sebelumnya 102,56.
“Pada bulan September 2018, secara nasional terdapat 23 provinsi mengalami kenaikan indeks NTP dan 10 provinsi lainnya mengalami penurunan,” ucapnya.
Lanjut Moh. Edy, kenaikan tertinggi tercatat di provinsi Jambi yaitu sebesar 1,68 persen, sedangkan penurunan terbesar tercatat di provinsi Bangka Belitung sebesar 1,18 persen.
“Pada September 2018 Provinsi Sultra tercatat mengalami deflasi perdesaan sebesar 0,67 persen,” paparnya.
Hal ini kata Moh. Edy, terjadi karena adanya penurunan indeks harga yang cukup besar pada kelompok bahan makanan yaitu sebesar 1,68 persen meskipun terjadi kenaikan pada kelompok lainnya, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,15 persen; kelompok perumahan sebesar 0,06 persen; kelompok sandang 0,22 persen; kelompok kesehatan 0,12 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 0,22 persen.
Dirinya menguraikan, bahwa NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. Indeks NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
“Semakin tinggi Indeks NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Indeks NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani,” tutupnya. (b)
Reporter: Waty