OPINI

Insan Bergelar Guru “Tanpamu Apa Jadinya Aku”

508
×

Insan Bergelar Guru “Tanpamu Apa Jadinya Aku”

Sebarkan artikel ini

Oleh: Rusli
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin

JIKA kita telusuri sejarah, kita akan menemukan fakta bahwa tanggal 25 November merupakan hari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Awalnya, organisasi ini bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada 1912. Organisasi tersebut pada 1932, namanya berubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Organisasi ini terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah. Pada umumnya, mereka bertugas di Sekolah Desa atau Sekolah Rakyat.

Secara umum pendidikan merupakan wadah yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia ynag beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam mewujudkan tujuan pendidikan itu dibutuhkan sosok yang mampu menjadi tumpuan proses pendidikan.

Guru ialah sosok yang dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan tersebut. Sebagai tenaga profesional yang bertugas dalam mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Oleh sebab itu, dalam rangka memperingati hari guru, seorang guru yang selalu ikhlas dan tabah segala kekurangan dan kelebihan seorang muridnya dan guru juga merupakan pahlawan pendidikan yang sampai sekarang mampu melahirkan tokoh bangsa yang menjadi penerus bangsa khususnya bangsa Indonesia.

Meski demikian perlu kita ketahuai bersama bahwa masih banyak guru yang masih berstatus honorer dan kini menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan untuk memberikan sebuah hadiah bagi mereka. Saat ini kehidupan guru yang ada di pelosok desa terpencil terpaksa mereka mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Selain itu, kondisi fasilitas belajar mengajar seperti sekolah kini tak sama dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah di perkotaan.

Kita berharab pemerintah ke depan dapat meningkatkan kesejahteran guru dengan menambah pendapatan yang wajar bagi mereka. Berdasarkan identifikasi penulis saah satu penyebabnya adalah, kurangnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan khususnya pada tunjangan kesejahteraan guru, biaya pendidikan yang tinggi, kualitas pendidik yang rendah dan hal lainnya.

Meski dengan keadaan seperti itu, guru saat ini tetap mengajarkan kita ke arah baik serta bagaimana menjadi seseorang yang berakhlak mulia. Seorang guru juga dituntut memiliki kriteria dan syarat-syarat menjadi seorang guru. Selain syarat, profesi guru juga dituntut untuk memiliki peran sertanya dalam dunia pendidikan. Beberapa peran guru antara lain (1) sebagai pengajar, (2) sebagai pendidik, (3) sebagai pembimbing, dan (4) sebagai tenaga profesional serta (5) sebagai pembaharu.

Untuk melaksanakan peran guru tersebut, mereka harus memperhatikan bagaimana mengimplementasikan perannya dalam proses pembelajaran. Peran guru di era ini juga rentan tergeser dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Internet dengan variasi informasinya kadang dijadikan acuan utama oleh generasi milenial dibandingkan dengan perkataan guru. Lahirnya platform pendidikan virtual pun turut menggeser posisi guru di era ini. Bahkan, di beberapa sekolah dan universitas sudah menerapkan sistem belajar yang teringerasi dalam jaringan. Kini proses belajar mengajar secara tatap muka tak lagi dibutuhkan.

Kini, guru lah yang harus mengikuti perkembangan zaman dan menikmati proses bergesernya peran mereka di era disrupsi. Meski demikian, profesi guru tetap tak akan tergantikan meski perkembangan teknologi yang bertambah pesat setiap harinya. Setiap orang bisa menimba ilmu dari teknologi yang kini serba digital. Seorang filsuf dari Yunani (Socrates), sendiri pernah berkata, “Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa.” Dari kisah ini, dapat kita refleksikan pemahaman filsafat dan kebijaksanaan dengan peran seorang guru sebagai tenaga pendidik di masyarakat.

You cannot copy content of this page