Syukur menambahkan, mestinya pemilik lahan dapat bersabar dan menunggu hingga pemerintah selesai melakukan seluruh proses tahapan. Karena jika tidak dilakukan secara hati-hati, dapat menimbulkan persoalan dibelakang harinya
“Kita harus tau dari mana, milik siapa, supaya mereka enak kami nyaman. Kalau membayarnya mudah, ini hari saya proses uangnya langsung cair. Tapi tidak segampang itu, pada akhirnya saya akan diaudit. Bagaimana kalau BPK dapatkan ini sudah pernah, yang kena siapa, saya kan,” katanya.
Namun sayangnya, komunikasi yang dilakukan Pemkab Konut tidak semulus yang diharapkan. Pasalnya, pemilik lahan terkesan ingin agar pemerintah segera melakukan pembayaran.
BACA JUGA:
- Jumat Berkah, Sayap Muda HR Kembali Berbagi, Penerima Manfaat Bantuan Titihkan Air Mata
- TP-PKK Konawe Pamerkan Makanan Khas Tolaki di Halo Sultra
- Trinop Tijasari akan Bawah PKK Konawe Wakili Sultra ke Jambore Nasional
“Itu saya sampaikan, mereka tidak mau pahami. Kalau hanya persoalan tanah itu dipalang terus saya mau dijadikan kambing hitam. Secara pribadi bukan kesalahanku, secara organisasi iya tanggung jawabku. Tapi kan harus sesuai prosedur, kecuali mereka komplain terus saya diamkan saja, ok lah saya salah,” ujarnya.
Syukur mengaku bingung dengan masalah ini, mengingat sejak tahun 2009 hingga 2019 ini persoalan pembebasan lahan tidak pernah muncul.
“Yang tau jalan ceritanya itu Pak Faisal. Sementara beliau sudah meninggal dunia. Terpaksa saya harus kroscek data lagi dari awal. Kemudian berbicara data saya dapat yang lengkap itu nanti dari tahun 2017 sampai sekarang. Yang lain saya cuman dapat Kit. Rumit, makanya saya mau panggil siapa Kabagnya saat itu, Camatnya, Lurah supaya dipanggil semua. Didudukkan bersama, termasuk siapa yang terima uangnya saat itu. Kan kebanyakan yang terjadi, orang tuanya kah, saudaranya, kakaknya. Ini yang akan kita dudukkan,” tutupnya. (B)
