BOMBANA

Kasus Kekerasan Seksual Anak di Bombana Tertinggi Kedua di Sultra, LBHR Sultra Lakukan Ini

1165
×

Kasus Kekerasan Seksual Anak di Bombana Tertinggi Kedua di Sultra, LBHR Sultra Lakukan Ini

Sebarkan artikel ini
Penyuluhan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Rakyat (LBHR) Sultra. Foto: Ist

Reporter : Hasrun

BOMBANA – Lembaga Bantuan Hukum Rakyat (LBHR) Sultra menilai kekerasan seksual anak di bawah umur harus mendapatkan penanganan secara dini.

Karenanya, LBHR Sultra melakukan penyuluhan hukum untuk mengantisipasi dini tindak pidana pelecehan seksual tersebut di Desa Matirowalie, Kecamatan Poleang, Desa Tontonunu, Kecamatan Tontonu dan Desa Paria, Kecamatan Poleang Tengah, Kabupaten Bombana.

“Menurut data informasi dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). Kekerasan seksual anak di bawah umur, Bombana masuk urutan ke dua di Sultra. Sehingga kita berinisiatif melakukan pemulihan penanganan dini terhadap peristiwa ini,” kata Direktur LBHR Sultra, Muhammad Basri Tahir SH, Senin 18 Januari 2021.

Menurut praktisi hukum ini, penindakan terhadap pelaku kekerasan seksual di bawah umur tidak cukup untuk mengurangi tingkat kekerasan seksual yang kerap mengincar anak-anak. Tetapi, mesti ada pemahaman serta kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

Ia juga menjelaskan, terjadinya kasus kekerasan seksual di bawah umur dipengaruhi dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal.

Faktor internal meliputi persolan kejiwaan, biologis dan kurangnya iman (Agama) bagi pelaku. Sedangkan faktor ekstrenal adalah persoalan ekonomi, media dan sosial budaya.

“Faktor ini sangat memicu terjadinya kekerasan seksual di bawah umur,” jelas Basri.

Olehnya itu kata alumni Universitas 45 Makkasar ini, LBHR Sultra melakukan penyuluhan ke masyarakat dengan mengundang steakholder terkait, untuk melakukan sosialisasi melakukan menyuluhan hukum di tengah masyarakat.

“Supaya masyarakat diberikan pengertian bahwa mereka harus melakukan penangganan lebih dini di lingkungan keluarga. Mereka juga harus paham dan sadar betul dampak sosial hingga dasar hukum terhadap kasus tersebut,” ujarnya.

Senada dengan itu, Kadis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bombana, Hj Sitti Safia mengaskan, faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi terjadinya kekerasan di bawah umur.

“Kenapa saya sampaikan ekonomi, karena kan ini lepas tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Banyak yang terjadi orang tua pergi mencari nafka, dia titip anaknya kepada orang yang tidak tepat di situlah terjadi,” tegas Safia.

Karenanya, kata mantan Kadis Lingkungan Hidup (DLH) Bombana itu, sejak tahun 2020 pihaknya sudah melakukan sosialisasi di 22 kecamatan yang ada di wilayah itu. Tujuannya untuk menekan angka kekerasan seksual di bawah umur.

Ia menambahkan, kekerasan terhadap anak di bawah umur salah satu penanganannya sama dengan penanganan covid. Diperlukan peran keluarga untuk selalu menyampaikan bahaya kekerasan seksual.

“Kalau bukan keluarga besar sendiri yang menyampaikan bahwa berbahaya. Siapa yang mau menyampaikan, kalau bukan orang tua atau keluarga,” ucapnya.

“Apalagi rata – rata pelaku kekerasan seksual di bawah umur di Bombana adalah orang dekat korban,” tambahnya.

Faktanya lanjut Safia, kejadian kekerasan seksual di bawah umur di wilayah Poleang dilakukan m orang dekat korban, Kabaeana orang dekat dan di Rumbia juga orang terdekat.

“Itulah pentingnya kita sosialisasi kepada orang tua agar selalu megawasi anaknya. Menjaganya dan memiliki waktu untuk anaknya,” pungkasnya./B

You cannot copy content of this page