Editor : Indah
Kendari- Ketua Dewan Perwakilan Provinsi (DPRD ) Sulawesi Tenggara (Sultra), Abdurrahman Saleh, meminta agar pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra, mengkaji ulang regulasi terkait kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina secara besar-besaran, yang direncanakan tiba akhir Juni 2020.
Pria yang karib disapa ARS itu, mengatakan, bukannya dia anti investasi asing, tapi untuk urusan TKA tidak segampang membalikkan telapak tangan. Sebab ada banyak Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah daerah, salah satunya bagaimana perusahaan berperan dalam meningkatkan kesejahteraan suatu daerah dan masyarakat di areal tambang.
“Ini kesempatan bagi Pemprov dan pemerintah kabupaten (Pemkab) untuk mengevaluasi PT. VDNI dan PT. OSS, sebelum memberi izin, momentum tepat bagi Pemprov dan Pemkab, untuk meminta komitmen semua perusahaan yang mempekerjakan TKA, agar patuh terhadap deregulasi dan taat pada “Rules of Law”. Lalu perlu dilakukan evaluasi komprehensif, apa yang jadi hak dan kewajiban perusahaan,” katanya saat diwawancara, Sabtu, 14 Juni 2020.
Idealnya, kata dia, tambang memberi manfaat dan peningkatan ekonomi di suatu daerah. Dengan kata lain, investasi membawa “Berkah” bagi masyarakat dan daerah.
“Pemda sebaiknya membentuk tim terpadu untuk mengevaluasi, membuat telaah ke gubernur, forkopimda dan stake holder terkait, sebagai dasar memutuskan diterima atau ditunda. Karena persoalan TKA, jadi isu seksi sebab banyak kepentingan di situ,” jelasnya.
Selain menyoal regulasi terkait TKA dan komitmen PT. VDNI dan PT. OSS, ARS juga menyinggung soal covid-19.
Menurut Ketua DPW PAN Sultra itu, 500 TKA Cina yang akan masuk Sultra, harus dipastikan steril dari virus tersebut dan perusahaan wajib menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Tujuannya, untuk memastikan para TKA itu, tidak menjadi cluster baru penyebaran covid-19 di Sultra, khususnya di Kabupaten Konawe.
ARS juga mengurai soal penggunaan visa, yang banyak disalahgunakan oleh TKA. Sepanjang pengetahuannya, ada dua jenis visa kunjungan yakni visa kunjungan sekali perjalanan atau indeks 211 dan visa kunjungan beberapa perjalanan atau indeks 212. Visa 211, berlaku 60 hari dan maksimal 4 kali perpanjangan dengan tambahan waktu 30 hari untuk sekali perpanjangan. Sementara, visa 212 berlaku setahun, yang dimulai dari tanggal penerbitan visa dengan durasi masa tinggal 60 hari per kunjungan. Jenis visa ini, tidak dapat diperpanjang dan diubah statusnya menjadi izin tinggal lainnya. Selain itu, hanya berlaku untuk kunjungan sosial dan keluarga, tugas pemerintah dan kunjungan bisnis.
“Ada 80 s.d 90 persen TKA di Indonesia, menggunakan visa kunjungan dan ini sangat merugikan negara. Karena ada segelintir orang yang menutupi kejadian ini. Belum tentu lho yang datang ini, ahli di bidangnya. Bisa di cek langsung kesesuaian antara permohonan atau telex yang dikeluarkan KBRI dengan permohonan di Disnaker. Kita tidak anti TKA selama mereka patuh dan taat atas aturan yang ada,” ujarnya.
Dia berharap, semua pihak yang kompoten, bisa duduk bersama dalam satu meja, untuk menyepakati alias satu suara menyikapi kedatangan TKA Cina di Sultra.
“Mari kita berfikir obyektif, agar potensi tambang bisa membawa kemaslahatan bagi daerah. Saya yakin Gubernur mengambil tindakan dengan dasar yang jelas. Tapi kami sebagai wakil rakyat menyampaikan gagasan ini, agar semua jelas, seperti isi surat kami pada Presiden sebelumnya. Nanti ini bisa menjadi jawaban pemerintah, baik Pemprov maupun Pemkab, ketika ada elemen masyarakat yang turun ke jalan menyampaikan aspirasi,” tandasnya.