Penulis: Dr. Ir. I Ketut Puspa Adnyana/Widyaiswara Ahli Utama
PENGANTAR
Indonesia sebuah negara yang kaya raya dan berdaulat. Zamrud khatulistiwa di mana sinar matahari bersinar sepanjang tahun. Karena anugrah itu, pastilah warga negara siap membela negaranya sebagai bentuk Nasionalisme. Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk yang besar (Sensus 2020: 271.349.889 jiwa), pastilah memiliki tantangan yang besar juga. Penduduk terbesar ke empat dunia tersebut dilayani oleh penyelenggaran pemerintahan dengan rasio sekitar 1.5% dari jumlah penduduk (Buku Statistik PNS BKN 2020 : 4.168.118 orang).
Korupsi di Indonesia masih menjadi masalah besar. Menurut berita KPK pada situsnya tanggal 24 Januari 2020, skor CPI Indonesia naik dua poin dari tahun sebelumnya menjadi 40 dan berada di posisi 85 dari 180 negara pada tahun 2019, namun tahun 2020 turun 3 poin menjadi 37 pada peringkat 102 (TribunNews 17 Juni 2021). Tentunya angka ini masih belum memuaskan banyak pihak. Pemerintah terus mendorong upaya upaya membangun agar skor CPI Indonesia semakin bagus, dengan hadirnya lembaga antirasuah KPK. Widyaiswara, sebagai guru bangsa (maksudnya guru para penyelenggara pemerintahan) juga diperankan sebagai penyuluh anti korupsi.
CPI ternyata tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari beberapa indek prestasi dari berbagai unsur yang masing masing dikelola oleh lembaga Internasional. Sumber data yang skornya turun itu ialah (1) PRS International County Risk Guide, (2) IMD World Competitiveness Yearbook, (3) Global Insight Country Risk Ratings, (4) PERC Asia Risk Guide, dan (5) Varieties of Democracy Project. Sementara itu, ada tiga sumber data yang skornya stagnan yakni (6) World Economic Forum EOS, (7) Bertelsmann Foundation Transform Index, dan (8) Economist Intelligence Unit Coutry Ratings; serta satu sumber data yang skornya meningkat yaitu (9) World Justice Project-Rule of Law Index. Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha. Sementara itu, penurunan demokrasi yang dikontribusikan pada varieties of democracy menggambarkan korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia. Kenaikan dua poin pada World Justice Project – Rule of Law Index perlu dilihat sebagai adanya upaya perbaikan supremasi hukum.
PENGERTIAN KORUPSSI
Sebelum lebih lanjut mendefenisikan kata korupsi ada baiknya diketahui terlebih dahulu asal muasal kata tersebut. Korupsi berawal dari bahasa latin “corruptio” atau “corruptus”. “Corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu “corruption”, “corrupt”; Prancis yaitu “corruption”; dan Belanda yaitu “corruptie”, “korruptie”. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi (https://mukhsonrofi.wordpress.com/). “Corruptio”/“corrumpere” artinya : busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (https://kbbi.web.id/korupsi). Sementara itu menurut Wikipedia Indonesia pengertian korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. (https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi). Sementara itu Menurut Encyclopedia American Korupsi adalah melakukan tindak pidana memperkaya diri sendiri yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan/ perekonomian negara.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan korupsi adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum. Contoh seorang pimpinan yang tidak memberikan peringatan dan teguran kepada bawahannya dapat terjerat kasus pidana.
Defenisi korupsi dari aspek hukum, yaitu berdasarkan undang undang 30 tahun 1999 yang telah dirubah dengan undang undang 20 tahun 2001 sebagaimana tercantum dalam pasal pasal 2 sampai dengan pasal 13. Yang terkait langsung dengan ASN (baca PNS) adalah pasal 13, terkait dengan jabatan dan kewenangannya.
Bentuk bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) bentuk, yaitu : 1. Kerugian keuangan negara 2. Suap-menyuap 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan curang 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah 7. Gratifikasi
KONSEPSI ANTI KORUPSI
Dalam KBBI, kata “anti” berarti: tidak setuju, melawan, menentang, memusuhi. Terkait dengan korupsi, maka arti Anti Korupsi adalah kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
ASN (PNS) adalah peyelenggara pemerintahan yang oleh undang undang diberi tugas: (1) melaksanakan kebijakan publik; (2) pelayan publik dan (3) perekat dan pemersatu bangsa. Warga negara yang direkruitmen menjadi PNS mempunyai peluang yang besar untuk terlibat dengan tindak pidana korupsi oleh karena itu kebijakan Anti Korupsi harus dikenakan kepada mereka. PNS memiliki 12 poin Kode Etik, yang menjadi pedoman prilaku dan moral dalam melaksanakan tugas. ASN yang taat melaksanakan Kode Etik pastilah tidak akan tergerak hatinya untuk melakukan korupsi. Sementara itu, setiap bidang tugas ASN juga memiliki Kode Etik yang lebih spesifik, misalnya: Kode Etik Dokter, Kode Etik Guru, Kode Etik Widyaiswara dan lainnya.
Pada dasarnya jarang ditemukan korupsi dilakukan oleh orang seseorang secara individu, tetapi lebih banyak melibatkan orang lain secara bersama sama. Karena itu ciri ciri korupsi perlu dikenali oleh setiap warga negara, terutama ASN. Ciri-ciri korupsi, yaitu: (1) dilakukan lebih dari satu orang, (2) merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih; (3) berhubungan dengan kekuasaan/kewenangan tertentu; (4) berlindung di balik pembenaran hukum; dan (5) melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum.
PENUTUP
Setiap warga negara secara bersama sama atas dasar nilai nilai nasionalisme siap untuk melakukan gerakan Anti Korupsi, terutama ASN sebagai penyelenggara pemerintahan. Salah satu Kode Etik ASN nomor 1 berbunyi: “Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi”. ASN (PNS) harus benar benar memaknai dan dapat mengimplementasikan kode etik tersebut apabila gerakan Anti Korupsi dapat menghasilkan kinerja yang tinggi.
Sebagai penyelenggara pemerintahan ASN dalam melayani publik juga harus memahami dasar dasar Etika Publik (sudah dimuat pada media ini). Dasar dasar Etika Publik dan Kode Etik yang dilaksanakan secara baik dan bertanggungjawab tentu saja akan memberi dorongan meningkatnya ICP Indonesia. Namun sebagaimana disebutkan pada pengantar ada 9 indikator yang ikut menentukan ICP, termasuk pelaksanaan demokrasi, kemudahan berbisnis dan lainnya. Karena itu seluruh komponen bangsa harus bersama sama bergerak dalam mendukung Gerakan Anti Korupsi untuk membangun Indonesia yang bebas Korupsi. Jaya ASN Maju Indonesia (Kdi: 16.07.2021: 12.04)