HUKUM & KRIMINALNASIONALNEWS

Kunker ke Sultra, Komite II DPD RI Desak Pemerintah Awasi Izin Pertambangan

1520
×

Kunker ke Sultra, Komite II DPD RI Desak Pemerintah Awasi Izin Pertambangan

Sebarkan artikel ini
Kunjungan Komite II DPD RI di Sultra. Foto: Ist.

Reporter: Rahmat R.
Editor: Kang Upi

JAKARTA – Komite II DPD RI menyoroti masalah pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini sebagaimana dibahas anggota Komite II DPD RI dalam kunjungan kerja ke Sultra, 11—13 November 2019.

Dalam kunjungan ini, Komite II DPD RI dipimpin senator tuan rumah Wa Ode Rabia, Al Adawia Ridwan dan diikuti Stefanus B.AN Liow asal Sulawesi Utara, H. Dedi Iskandar Batubara asal Sumatera Utara, Andri Prayoga Putra Singkarung asal Sulawesi Barat, Angelius Wake Kako Asal NTT dan Tamsil Lindrung asal Sulawesi Selatan.

Dalam pertemuan di Kantor Gubernur Sultra Selasa (12/11), Wa Ode Rabia Al Adawia Ridwan mengingatkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk selalu mengawasi kegiatan pertambangan yang sudah diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Mengapa izin usaha pertambangan masih dikeluarkan, sementara banyak pemegang izin yang beroperasi tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang ada sehingga dampak lingkungannya terhadap masyarakat sudah mengkhawatirkan,” tegas Wa Ode, dalam rilis yang diterima MEDIAKENDARI.com.

Pernyataan Wa Ode ini sekaligus menanggapi penjelasan Dinas ESDM Sultra terkait pemberian 387 izin usaha pertambangan (IUP) di sejumlah kabupaten di Sultra. Setiap IUP berlaku selama 10 tahun, dan bisa diperpanjang untuk masa 10 tahun lagi.

BACA JUGA:

“Seharusnya, sebelum perpanjangan izin diberikan, pemerintah harus melakukan evaluasi. Setiap memberi perpanjangan izin, prosedur harus diperketat,” tambahnya.

Pengawasan tidak Berjalan

Walhi Sultra yang hadir pada pertemuan ini menyinggung pengawasan pemegang izin IUP yang tidak berjalan. Seyogianya, menurut Direktur Walhi Sultra Saharuddin, harus ada penegakan hukum terkait pelanggaran yang dilakukan.

Namun di lapangan, penegakan hukum tidak berjalan sesuai harapan, dengan alasan klasik yakni keterbatasan anggaran.

“Banyak izin usaha pertambangan dikeluarkan pemerintah, tapi pengawasan tidak berjalan. Penegakan hukum tidak bisa diterapkan karena tidak ada anggaran di tingkat provinsi. Dana yang cukup besar di bidang penegakan hukum ada tapi hanya di tingkat pusat atau kementerian, tidak mengalir ke provinsi,” papar Saharudin.

Pria yang akrab disapa Udin Lentea ini menambahkan, gubernur mengeluarkan IUP, disertai dengan pengawasan dari Dinas Lingkungan Hidup. “Tapi karena tidak disertai anggaran, resiko lingkungan ditanggung rakyat,” tegasnya.

Lanjutkan membaca di halaman selanjutnya!

You cannot copy content of this page