HUKUM & KRIMINALNASIONALNEWS

Kunker ke Sultra, Komite II DPD RI Desak Pemerintah Awasi Izin Pertambangan

1580
×

Kunker ke Sultra, Komite II DPD RI Desak Pemerintah Awasi Izin Pertambangan

Sebarkan artikel ini
Kunjungan Komite II DPD RI di Sultra. Foto: Ist.

Bahkan data Walhi menyebutkan, ada sekitar 458 hektare hutan primer di Konawe Utara yang beralih fungsi jadi area pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

Bahkan Walhi Sultra memaparkan, alih fungsi hutan itu tak bisa dilepaskan dari maraknya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Merujuk data dari Dinas Kehutanan Sultra, saat ini ada 50 IPPKH di Bumi Anoa. Konawe Utara tercatat sebagai kabupaten dengan IPPKH paling banyak yakni 23 izin.

“Semua izin itu diberikan untuk usaha pertambangan. Sebanyak 12 izin di antaranya berada di DAS Molore dan Morombo. Keduanya bermuara ke DAS Lasolo yang meluap kala banjir,” jelas Sanahuddin.

Pencemaran Teluk Kendari

Komite II DPD RI juga mengkhawtirkan soal pencemaran di Teluk Kendari. Mengutip hasil penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Halu Oleo Kendari tahun 2017, secara kasat mata kondisi Teluk Kendari sudah sangat memprihatinkan dibandingkan 10 atau 15 tahun. Saat ini kondisi teluk kendari yang membelah Kota Kendari sudah sangat tercemar.

BACA JUGA:

“Bukan hanya pendangkalan di Teluk Kendari, tapi pencemaran pun dapat terlihat dengan jelas. Saya selaku anggota Komite II DPD RI dan senator asal provinsi ini sengaja mengangkat isu ini agar penanganan Teluk Kendari, baik di tingkat pemerintah Kota Kendari melalui Dinas Lingkungan Hidup maupun Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara, bisa lebih optimal,” Wa Ode mengingatkan.

Selain itu, Teluk Kendari juga mengalami pencemaran limbah merkuri dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Kondisi ini berdampak luas dari kerusakan bakau, biota laut tercemar hingga abrasi pesisir Teluk Kendari. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Kendari, hutan bakau Kendari menyusut dari 525 hektar jadi 367,5 hektar.

Penyebabnya, selain proses pembangunan, juga ada pengaruh bahan kimia berbahaya di akar bakau. “Jadi tak saja proses pembangunan yang dilakukan di pesisir pantai. Zat kimia juga mempengaruhi proses bakau,” ingat Wa Ode.

Berharap Dukungan dari Komite II

Mengakhiri diskusi, Staf Ahli bidang Ekonomi dan Pembangunan, Muhammad Judul, yang mewakili Gubernur Sultra Ali Mazi, berharap kepada Komite II DPD RI untuk mendukung upaya provinsi ini dalam penganggaran, khususnya dalam rangka implementasi dari UU nomor 41 tentang Kehutanan dan UU Nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Ada sekitar 2,3 juta hektare hutan di Sulawesi Tenggara yang perlu diawasi. Dengan dukungan anggaran dan disertai sumber daya manusia yang memadai, berbagai persoalan terkait penegakan hokum bisa dilakukan secara optimal,” ungkapnya menutup pertemuan yang juga dihadiri para pihak, yakni dinas dan instansi terkait serta LSM. (B)

You cannot copy content of this page