KENDARI – Bulan Mei 2018, Sultra mencatatkan inflasi sebesar 1,06 persen (mtm) setelah bulan sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 0,16 persen (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Minot purwahono mengatakan, Inflasi tersebut terutama didorong oleh lonjakan harga makanan terutama pada jenis ikan.
“Inflasi tersebut terutama didorong oleh lonjakan harga pada kelompok bahan makanan bergejolak terutama ikan segar dan kelompok inflasi inti, ditengah menurunnya tekanan inflasi pada kelompok administered prices, ujar minot melalui press realese Selasa, (05/06/2018).
Lanjut Minot, secara spesial Kota Kendari dan Kota Baubau mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 0,96 persen (mtm) dan 1,30 persen (mtm). Menguatnya tekanan harga mendorong inflasi tahunan Sultra menjadi sebesar 3,04 persen (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,51 persen (yoy).
“Namun demikian, Inflasi Sultra pada Mei 2018 tercatat lebih baik dari inflasi nasional sebesar 3,23 persen (yoy), walaupun inflasi bulanan nasional tercatat lebih rendah dari inflasi Sultra yaitu sebesar 0,21 persen (mtm),” terangnya.
Minot menguraikan, kelompok komoditas bahan makanan bergejolak Volatile Food (VF) mencatatkan inflasi sebesar 3,83 persen (mtm). Tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan terutama didorong oleh lonjakan harga pada sub kelompok komoditas ikan segar, utamanya adalah ikan kembung, cakalang, layang, ekor kuning dan bandeng yang banyak dikonsumsi masyarakat.
“Peningkatan harga pada komoditas ikan tersebut disebabkan oleh menurunnya produksi akibat musim timur. Peningkatan curah hujan yang signifikan yang disertai tingginya ombak menyebabkan nelayan enggan melakukan penangkapan ikan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tradisi menurunnya aktivitas melaut pada bulan Ramadhan,”jelasnya.
Selain komoditas ikan, faktor cuaca juga menyebabkan inflasi pada komoditas sub kelompok sayur-sayuran yaitu kacang panjang. Akselerasi peningkatan tekanan inflasi lebih jauh pada bahan makanan bergejolak dapat diredam oleh deflasi yang terjadi pada komoditas beras seiring dengan panen raya yang berlangsung di sentra produksi beras Sultra.
Disisi lain katanya, peningkatan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok inflasi inti di Sultra yang tercatat sebesar 0,32 persen (mtm), setelah pada bulan sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 0,05 persen (mtm). Inflasi pada kelompok inti didorong oleh inflasi pada komoditas kemeja pendek katun. Peningkatan harga pada komoditas tersebut terjadi sejalan dengan pola tahunannya dimana pada saat memasuki bulan Ramadhan, masyarakat meningkatkan konsumsi pakaian menjelang hari raya Lebaran.
“Komoditas administered prices pada Mei 2018 mencatatkan inflasi sebesar 0,28 persen (mtm), lebih rendah dari periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,52 persen (mtm). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok administered prices terutama didorong oleh inflasi yang terjadi pada komoditas angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan rokok kretek,” pungkasnya.
Ia menambahkan, kenaikan pada angkutan udara disebabkan meningkatnya permintaan masyarakat untuk mudik menjelang Lebaran dan sejumlah hari libur pada bulan Mei.
“Kenaikan pada harga bahan bakar rumah tangga disebabkan oleh adanya kelangkaan LPG 3 Kg di tingkat pengecer. Serta kenaikan harga rokok masih terjadi seiring dengan penyesuaian bertahap terhadap kenaikan cukai rokok. Namun demikian, deflasi yang terjadi pada tarip taksi dapat menahan inflasi lebih tinggi,” tutupnya.