OPINI

Makna Hukum Pencabutan Lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021

1250
×

Makna Hukum Pencabutan Lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021

Sebarkan artikel ini
Pradikta Andi Alvat S.H.,M.H.

Penulis: Pradikta Andi Alvat S.H., M.H

Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang didalamnya mengatur mengenai izin investasi minuman keras. Perpres Nomor 10 Tahun 2021 sendiri baru terbit pada tanggal 2 Februari 2021.

Secara hierarkis-fungsional, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 merupakan peraturan pelaksana atau turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang berfungsi untuk mengatur hal-hal yang bersifat lebih teknis berkaitan dengan bidang usaha penanaman modal, termasuk diantaranya perihal investasi usaha minuman keras.

Dalam lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 disebutkan bahwa investasi minuman keras hanya diperbolehkan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat.

Lebih lanjut, menurut angka 31 dan 32 huruf a dan b lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 dijelaskan bahwa investasi minuman keras juga bisa dilakukan di luar daerah 4 provinsi tersebut berdasarkan penetapan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas usul gubernur yang bersangkutan.

Sejak terbit dan berlaku sebagai peraturan perundang-undangan positif, diskursus pro dan kontra terhadap Perpres Nomor 10 Tahun 2021 (khususnya perihal investasi miras) tersaji dalam ruang publik. Aspek kemudahan investasi dan implikasi ekonomi (pro) mendapatkan resistensi kuat dari aspek kemanfaatan dan kontiniutas masa depan generasi muda bangsa (kontra).

MUI, NU, Muhamadiyah, dan organisasi masa lainnya berdiri kokoh di pihak yang kontra, sedangkan pemerintah beserta alat kelengkapan strukturalnya berada di pihak yang pro. Akan tetapi, Presiden Joko Widodo pada akhirnya berkenan mencabut lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Atas berbagai masukan dan kritik (resistensi sosiologis). Jokowi akhirnya resmi mencabut lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada hari ini (3 Maret 2021).

Dalam pidato sehari sebelumnya (2/3/2021), Jokowi mengungkapkan alasan pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 khususnya perihal investasi miras. Jokowi berujar “Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama lain serta juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah” sebagaimana dilansir Antara.

Pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 sebelum efektif berlaku pada prinsipnya memiliki 3 makna hukum. Pertama, sebuah produk hukum akan berlaku efektif dan fungsional manakala produk hukum tersebut dibentuk secara demokratis, partisipatif, aspiratif, responsif, dan tepat sasaran. Dengan demikian, sebuah produk hukum akan memiliki nilai keberlakuan secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Sehingga tidak hanya sah secara formal tetapi juga adaptable secara substansial.

Kedua, pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 sebelum efektif berlaku secara implisit menandakan bahwa pembentukan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tidak memenuhi aspek substansial baik secara formal (akomodasi dan partisipasi peran masyarakat) maupun material (resepsi aspirasi publik).

Ketiga, pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 sebelum efektif berlaku yang dilatarbelakangi oleh adanya resistensi yang masif dari civil society seperti MUI, NU, dan Muhamadiyah menandakan bahwa civil society masih memiliki social powerness dan social bergaining yang kuat di mata penguasa. Sikap dan aspirasi kolektif dari civil society memiliki peran penting dalam menentukan pembentukan hukum baik pada tahap formulasi (internalisasi aspirasi) maupun aplikasi (korektif baik secara formal maupun non-formal).

You cannot copy content of this page