KENDARI – Masyarakat dan Pemerintah Desa Sangisangi, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulewesi Tenggara (Sultra) meminta pihak PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) segera beroperasi dan melakuan aktivitas pertambangan nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Desakan tersebut disuarakan Kepala Desa Sangisangi, Misrawati kepada mediakendari.com, Minggu (4/2) via selulernya, mengingat warga di Desa tersebut menginginkan perusahaan segera beroperasi agar masyarakat mendapatkan lapangan kerja.
“Jadi saya mewakili empat desa di Wilayah Konsel mendesak manajemen PT GMS untuk segera melakukan aktivitas pengolahan ore nikel agar masyarakat bisa mendapatkan lapangan pekerjaan. Masyarakat membutuhkan lapangan kerja,” ujar Misrawati.
Menurut Misrawati, Lokasi IUP PT GMS berada di empat Desa meliputi Desa Sangisangi, Desa Ulusawa, Desa Tue-Tue dan Desa La Wisata. Yang mana IUP PT GMS sejak tahun 2013 lalu pemerintah sudah keluarkan IZIN Operasionalnya.
“Masyarakat menginginkan kepastian beraktivitasnya. Adapun kalau ada satu sampai dua orang yang menolak, orang tersebut adalah orang di luar wilayah pertambangan,” terang Misrawati.
[Baca Juga:Humas PT GMS Sebut Tidak Ada Sengketa Lahan dengan Masyarakat]
Dikatakannya, untuk persoalan pertambangan tersebut, pihak kepolisian dari Polda Sultra sendiri sudah turun langsung mengeceknya.
[Baca Juga: Diduga Lembaga Ini Terlibat Muluskan PT GMS Lakukan Pertambangan di Konsel]
“Pihak Polda Sultra sendiri sudah pernah turun lapangan mengecek langsung. Jadi saya rasa sudah tidak ada persoalan. Adapun ada orang-orang yang mengaku pemilik lahan. Orang tersebut hanya membawa data fiktif,” cetusnya.
Ditanya terkait kendala apa saja yang dialami PT GMS sehingga lambat melakukan aktivitas penambangan, Misrawati kepada media ini mengaku, bahwa penyebabnya adalah karena adanya seseorang yang membawa data yang diduga fiktif untuk mempengaruhi orang di luar izin menggelar aksi protes atas keberadaan PT GMS tersebut.
“Saat itu manajemen PT GMS sudah melakukan sosialisasi terkait ganti rugi dampak di empat desa tersebut. Sosialisasi itu terkait ganti rugi atas dampak dan telah disepakati setiap pengapalan, masyarakat pemilik lahan akan diberikan Rp 3.750 Ribu per metrik ton. Namun anehnya, ada seseorang yang mengaku pemilik lahan membawa data fiktif sebagai pemilik lahan dengan luasan 905 hekto are (ha), yang meminta ganti rugi dampak antara kisaran Rp 7 sampai 8 Juta per metrik ton setiap pengapalan,” jelasnya.
Kata dia, pembahasan mengenai pembayaran ganti rugi dampak Rp 3.750 Ribu permatrik ton itu pertemuanya digelar di Pendopo Kantor Camat Laonti.
“Saat itu, pertemuan dihadiri dan dibahas bersama antara pihak managenen PT GMS Ketua dan Anggota DPR Konsel dan masyarakat dari Empat Desa tersebut, ” ungkapnya.
Atas kejadian tersebut, kata Misrawati, orang yang mengaku memiliki lahan seluas 905 Ha merupakan data fiktif. Bahkan persoalan tersebut sudah pernah diproses secara hukum.
“Kejadian itulah yang menghalangi PT GMS lambat melakukan aktivitas. Semoga PT GSM segera melakukan aktivitasnya,” harap Kades Sangisangi ini.
Ia juga menambahkan, sepanjang perizinan lengkap maka warga masyarakat dari Empat Desa tidak akan pernah menghalangi perusahaan melakukan aktivitasnya.
“Intix kami dari pemerintah di Empat Desa tidak ada alasan untuk menolak sepanjang perusahaan turun sudah sesuai dengan mekanisme perizinanya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, melalui Konferensi Persnya, Humas PT GMS, Herman Pambahako mengatakan, persoalan adanya konflik masyarakat setempat yang mencoba mempertahankan tanah leluhur mereka dan mengakibatkan insiden di daerah tersebut tidak benar adanya.
“Konflik sengketa lahan tidak ada dalam wilayah PT GMS, kalau mau dibilang sengketa itu tidak benar,” ujar Herman dalam klarifikasinya saat ditemui di salah satu kedai kopi di Kota Kendari, pada Selasa malam (16/01/2018) lalu.
Lanjut Herman menerangkan, dari 2.522 hektar luas lahan, PT GSM telah membebaskan 144 hektar. Hal tersebut menyebabkan pihaknya belum melakukan aktivitas pertambangan hingga saat ini.
“Kami pihak perusahaan hanya melakukan aktivitas pertambangan di lahan yang sudah dibebesakan saja dan itu sudah disetujui dalam RAB Dinas Suber Daya Mineral (SDM). Di luar yang belum dibebesakan kami tidak akan melalukukan aktivitas pertambangan, karena itu komitmen dan konsiaten kami,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, tidak ada quo antara PT GSM dengan pihak lain termasuk masyarakat. sehingga lanjutnya, tidak benar jika ada yang menyatakan ada sengketa lahan.
“Itu hanya oknum yang mencoba menprovokasi masyarakat saja,” terangnya.
Herman juga menambahkan, hanya ada sekian persen masyarakat yang tidak setuju, olehnya itu mereka melakukan gerakan-gerakan penolakan terhadap penurunan alat berat di lokasi perusahaan.
“Saat ini kami hanya eksploitasi lahan yang sudah dibebaskan, baik lahan yang mau ditambang ataupun penurunan alat itu sudah mutlak hak perusahaan kerena tanah masyarakat sudah kami bayar,” pungkasnya.
Redaksi