Reporter : Hasrun
RAROWATU UTARA – Kerukunan umat beragama di Desa Marga Jaya Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana Sulawasi Tenggara (Sultra) nampaknya patut menjadi contoh.
Didesa yang terletak tidak jauh dari pusat Ibu Kota Kabupaten Bombana ini, kerukunan lintas agama, maupun etnis telah hidup dengan paripurna.
Baik antar penganut agama Islam, Hindu, Kristen hingga kepercayaan Sudradarma maupun warga etnis Bugis, Moronene, Bali serta Tolaki itu.
Dari kultur toleransi lintas budaya serta agama berbeda yang telah terjalin sejak puluhan tahun lamanya, telah membentuk masyarakat yang ramah dan saling bergotong royong setiap hari.
Salah satu rumpun warga yang mendiami wilayah ini adalah warga asal Pulau Dewata yang datang di tahun 1982 melalui program transmigrasi di Sarana Pemukiman (SP) 3 yang sekarang dikenal dengan Desa Marga Jaya.
Datang dengan 50 Kepala Keluarga (KK), namun sumber penghidupan yang belum memadai saat itu, sehingga sebagaian dari memimilih untuk pulang ke daerah asal.
Tokoh masyarakat adat Bali, Ingsuarkah menjelaskan, sejak pulangnya sebagian warga suku Bali yang hidup di trans, mereka memilih bertahan hingga bisa berkembang dan mengalami kemajuan jumlah populasi.
“Hingga di tahun ini, sudah mencapai 50 KK lagi,anak-anak kan udah nikah,dan sudah masuk penduduk asli Bombana,”kata Ingsuarkah.
Diberikan Lahan Tempat Ibadah dan Mulai Bercocok Tanam
Untuk menjalankan ibadah warga Suku Bali di berikan sebidang tanah oleh pemerintah setempat seluas satu setengah hektar, untuk pembangunan tempat suci yang disebut ‘Pura Padmesana’ yang terletak di sudut timur desa Marga Jaya.
Ingsuarkah melanjutkan, pada tahun 1989 warga tersebut mulai memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam di lahan bantuan pemerintah, juga mulai membuka kebun dan persawahan serta berternak.
BACA JUGA:
- Hari ke Tiga Pekan Vaksinasi Tahap Tiga, PKM Rarowatu Capai 50 Persen
- Andi Nirwana Sebbu: Vaksinasi Harus Dilakukan untuk Mencapai Immunity
- Tingkatkan Pendapatan Masyarakat, Pemkab Bombana Organisasikan Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif.
“Diberikan bibit oleh pemerintah, mulai kita bercocok tanam ada juga diberikan hewan bergulir, atau bergantian memelihara sapi,” jelas pria yang akrab di sapa Pak Sarkoh.
Hingga kini kemajuan warga bali terus berkembang, dengan adanya akses pendidikan mulai dari TK SD hingga tingkatan SMA.
Hidup Toleran Dalam Beragama
Meski dengan latar belakang suku dan agama yang berbeda, warga Marga Jaya tetap memelihara nilai gotong royong. Salah satunya tercermin dari penyelenggaraan hari besar Nyepi.
Dimana pada momen itu, bukan hanya warga Bali yang merayakannya, tapi juga warga diluar komunitas Bali yang berpartisipasi dengan menghentikan aktifitas, agar tidak mengganggu warga yang merayakan Nyepi.
“Sangat bangus toleransinya disini mas, saya senang sakali sudah 37 tahun saya di sini tidak pernah terjadi perselisihan, dan semoga tidak akan pernah,” harap Suarkah.
Tak hanya itu, mereka juga rutin melakukan silahturahmi lintas agama dan etnis, sehingga kebersamaan ini terwujud menjadi saling tolong menolong khususnya acara pernikahan atau kedukaan.
“Kebersama yang lebih menonjol ketika hari ualng tahun trans dilakukan satu kali setahun, semua dari berbagai macam suku agama melakukan doa bersama di balai desa,” ucapnya.
Ditemui terpisah, Pendeta Kemenangan Iman Indonesia Marina Kacaribu yang tinggal di Kelurahan Marga Jaya, yang tak lain pecahan Desa Marga Jaya membenarkan kerukunan umat beragama di wilayah itu sangat terjaga.
Katanya, setiap umat beragam yang melaksanakan ibadah tidak pernah memiliki gangguan dari pihak manapun. “Setiap ada hari hari besar, kita silahturahmi dari pihak mana saja,” ujarnya.
Terlebih kata dia,kitika ada acara antar suku atau agama mereka dari suku dan agama yang berbeda – beda saling bahu membahu dan bergotong royong. “Sampai sekarang gotong royong masih terjaga dan masih tetap dilakukan,” pungkasnya.
Dalam peliputan berita ini, mediakendari.com juga mencoba untuk menemui tokoh umat islam yang da di wilayah itu, namun sayangnya figur yang diharapkan tidak berada ditempat.