LASUSUA – Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Provinsi Sulawesi Tenggara menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang filterisasi media massa yang eksis dalam peliputan di Kolut.
Perbup itu bernomor 15 tahun 2018 yang disahkan langsung oleh Bupati Kolut, Drs H Nur Rahman Umar, dan bakal mulai ditetapkan pada 14 Juli 2018.
Melalui Kabag Humas Pemda Kolut, Drs Ramang menjelaskan, peraturan itu diterbitkan bukan bertujuan untuk membatasi ruang lingkup kinerja wartawan, hanya sebagai langkah untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mengaku wartawan sering melintas serta meliput di Kolut, namun medianya tidak jelas serta tidak terdaftar alias abal-abal.
“Tidak bisa dipungkiri, hingga saat ini Dewan Pers terus melakukan pencatatan ribuan media yang ada di tanah air namun hanya ratusan saja yang terdaftar di lembaganya. Hal ini yang membuat Pemkab juga harus menerapkan aturan ketat bagi media mana saja yang bisa diajak kerjasama,” kata Ramang kepada Mediakendari.com, Sabtu (21/7/2018).
Lanjut Protokoler Pemda Kolut itu juga, dalam Perbup tersebut, akan dicantumkan 12 syarat umum perusahaan pers dan wartawannya. 9 syarat serta khusus media cetak dan 5 syarat bagi media siber. Adapun benang merah di dalamnya mulai dari legalitas media berupa Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), terverivikasi atau terdaftar di dewan pers serta minimal wartawannya harus memiliki sertifikat Ujian Kompetensi Wartawan (UKW).
“Kita akan memfilter wartawan yang tidak jelas, yang berkeliaran di Kolut. Kalau cuman modal ID Card saja, saya juga bisa mengaku wartawan. Medianya mana dulu, beredar di mana dan berapa oplahnya. Jangan sampai hanya terbit hanya untuk dijadikan alat memeras, kan banyak to,” bebernya.
Menurut dia, Perbup itu juga untuk menguatkan eksistensi keberadaan media dan wartawan yang resmi dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai jurnalis. Sebab, tidak bisa dipungkiri Pemkab Kolut juga merasa prihatin dengan keberadaan rekan-rekan wartawan di lapangan yang terkadang profesinya dimanfaatkan oknum jurnalis abal-abal.
“Akhirnya masyarakat kita, baik itu di sekolah-sekolah maupun desa alergi kalau didatangi wartawan meskipun itu jurnalis betulan karena dinilai akan meminta uang lagi, menekan hingga menakut-nakuti mereka. Perbup ini akan kami sebar ke semua kecamatan, dan akan di sosialisasikan,” terangnya.
Ia juga menambahkan, Pemkab juga tidak berhak membatasi kinerja wartawan selagi bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik.
“Banyak oknum yang mengkritik katanya membatasi media, siapa bilang, kami tidak pernah melarang dalam peliputan, itu adalah kebebasan pers, tapi sebagai pemerintah, tentu kita juga harus mengetahui media tersebut, legal atau tidak, agar untuk kemitraan media kami harus mengenal dengan siapa kita menjalin mitra. Jangan sampai hanya terbit kalau dikasih iklan saja lalu hilang lagi dan datang kalau minta iklan lagi, pasti sakit kepala,” tutupnya.