WANGIWANGI – Pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa dan Paralegal yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Wakatatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), di Sanggar Budaya Wangiwangi Selatan Juli 2016 lalu, diduga tidak sesuai prosedur.
Pasalnya, kegiatan yang dihadiri oleh 20 peseta dari perwakilan satu desa selama empat hari untuk diberi pemahaman dan petunjuk tentang penggunaan Dana Desa (DD) di Sanggar Budaya ini dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (P3APMD).
Dalam hal ini, Pemdes Selaku Panitia kegiatan, diduga meminta uang sebesar Rp 25 juta per desa. Sementara di Wakatobi terdapat 75 Desa. Dalam Peraturan Kementrian Desa (Permendes), tidak dibenarkan ada oknum atau pihak yang lain yang ikut turut mengelola ADD dan DD.
Kepala Desa Sombu, La Ndilu, saat dipertanyakan soal kegiatan tersebut, dirinya mengaku bahwa pungutan uang sebesar Rp 25 juta dilakukan Pemdes Wakatobi untuk Kegiatan atau Pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa dan Paralegal itu benar.
“Pada saat pencairan DD dan ADD tahap pertama 2016, orang Pemdes datangi Bendahara kami, lalu meminta uang Rp 25 juta. Katanya, untuk mengikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa dan Pelatihan Paralegal, tapi saya tidak mau dan uang itu kami tarik kembali dari tangan mereka,” ungkap La Ndilu di Kantornya belum lama ini.
Seraya menambahkan, ”Saya pikir kegiatan ini dilakukan oleh Desa sendiri. Lalu Desa yang mengundang pemateri dan panitianya oleh kami, karena sumber anggaranya dari DD dan ADD, bukan mereka (Pemdes, red). Karena Laporan Pertanggung Jawabannya Desa yang buat, ini malah kebalikan, mereka mau buat kegiatan, kami yang buat laporanya, kan aneh,” Kata La Ndilu.
Ternyata hal ini dibenarkan oleh salah satu mantan Anggota Sat Reskrim Polres Wakatobi yang enggan diberitahukan namanya. Ia mengungkapkan, kasus tersebut sudah diterima oleh Tipikor Polres Wakatobi dan telah berjalan sekian lama, namun jalan di tempat.
Anehnya, saat mantan Penyidik kasus ini dipertanyakan kenapa kasus tersebut diam dan jalan di tempat, ia mengatakan, didalam kasus tersebut telah diduga ada tiga instansi penegak hukum yang sudah masuk angin (suap).
“Itu masalah BPMD, lebaran kemarin Tim kami yang tangani. Sempat diserahkan uang 30 juta tapi kita tolak mentah-mentah dan dia masuki lubang lain. Rawan betul kasus itu, kalau mau diangkat masalah Pemdes soal ADD dan DD, oknum penegak hukum yang main di dalamnya akan terangkat. Tapi, saya yakin teman-teman Tipikor tidak akan tinggal diam dan tetap proses kasus ini sampai tuntas, walaupun jalanya kaya kura-kura karena kuat arus,” ungkap sumber terpercaya ini pada tanggal (03/12/2016) lalu, saat dikonfirmasi via telepon.
“Masalah ini, Pak Dwi Nanto Agung (Mantan Kasi Intel Kejari Wakatobi, red) pernah memohon dan meminta kepada kami untuk tidak menaikkan ini dalam tahap penyidikan,” tambahnya.
Dirinya juga menambahkan, kinerja Pemdes pada tahun 2014 hingga 2016 ke sejumlah Kepala Desa mengenai DD sampai pada ADD. Para Kades selalu di punguti oleh salah satu Kabid Pemdes, yakni Hardin. Salah satunya adalah Kepala Desa Kalimas, Kecamatan Kaledupa.
Sementara, mantan Kepala Dinas Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Wakatobi, Sarafuddin, saat dimintai kejelasan masalah tersebut, dirinya membenarkan bahwa permintaan dana sebesar Rp 25 juta per desa ini benar.
“Iya betul, uang itu kami pakai untuk pelatihan tersebut. Dalam hal ini, beli makanan, minuman, sewa gedung dan lainya. Untuk lebih jelasnya, coba hubungi Kepala Bidangnya atau pak Hardin,” gumam Safiruddin.
Perlu diketahui, di Wakatobi terdapat 75 Desa. Jika setiap Desa dimintai Rp 25 juta, maka total uang yang diterima Pemdes sebesar Rp 1.875.000.000 dalam dua kegiatan yakni Pelatihan Paralegal dan Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa.
Sementara laporan narasumber terpercaya media ini, Pemdes melalui Kepala Desa diwajibkan membuat empat kegiatan yaitu, Paralegal, Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa Rp 25 juta per desa. Perjalanan Ibu PKK ke Bali 7,5 juta per desa dan studi banding para Kades di luar daerah Rp 15 juta per desa.
“Ke empat kegiatan ini diduga dilakukan Pemdes dan SPJ nya dibuat oleh Desa. Dimana kita ketahui, kepala desa adalah KPA (Kuasa Pengguna Anggaran,red), bukan Pemdes,” tutupnya.
Redaksi