Reporter : Rahmat R.
KENDARI – Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) terus mengejar penuntasan APBD-Perubahan 2020, untuk segera dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Gubernur Sultra, Ali Mazi dalam pidato pengantar nota keuangan dan raperda perubahan APBD Sultra tahun anggaran 2020 menjelaskan, dirinya berterima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pimpinan bersama segenap anggota dewan.
“Meskipun dalam situasi pandemi covid-19 ini, tetap serius dan penuh semangat melakukan pembahasan rancangan perubahan Kebijakan Umum APBD, serta Perubahan Prioritas dan Platon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Provinsi Sultra tahun anggaran 2020. Syukur alhamdulillah, kita telah sepakati bersama pada beberapa waktu yang lalu,” kata Ali Mazi di DPRD Sultra, Jumat 16 Oktober 2020.
Menurutnya, kesepakatan tersebut merupakan wujud komitmen bersama, antara eksekutif dan legislatif di tingkat daerah, sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel.
“Sehingga kita bisa memasuki tahapan berikutnya berupa penyusunan rancangan perubahan apbd tahun anggaran 2020, untuk selanjutnya dibahas pada sidang dewan yang terhormat ini, ” terangnya.
Ali juga menerangkan, penyusunan Raperda tentang Perubahan APBD, berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sebagaimana, telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 tahun 2011, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun Anggaran 2020.
Dijelaskannya juga, pada dasarnya, kebijakan dalam penyusunan rancangan perubahan APBD Sultra tahun anggaran 2020, sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.
“Menekankan kepada keterpaduan dan sinkronisasi kebijakan, antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, yang berkeadilan dan berkelanjutan, sesuai dengan potensi dan kondisi daerah,” ujarnya.
Dalam penyusunan rancangan ini, papar Ali Mazi, perubahan APBD tahun anggaran 2020 terdapat beberapa faktor yang harus diakomodir, sehingga mempengaruhi struktur perubahan APBD Provinsi Sultra tahun anggaran 2020.
Faktor tersebut antara lain adalah hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sultra tahun 2019, oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan adanya pergeseran anggaran.
“Rasionalisasi belanja yang dilakukan dalam upaya optimalisasi pelaksanaan kegiatan, dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan daerah, serta menyikapi dampak dari pandemi covid-19, terhadap perekonomian daerah,” paparnya.
Penyusunan perubahan APBD tahun anggaran 2020 ini, telah melalui berbagai tahapan pembahasan, dan berbagai pertimbangan yang matang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
“Alhamdulillah, berkat upaya kita semua, penyusunan rancangan perubahan APBD Sultra tahun anggaran 2020, dapat diselesaikan dengan baik, untuk selanjutnya diajukan dan dibahas dalam sidang dewan yang terhormat ini. olehnya itu,” ungkapnya.
Politisi Partai Nasdem ini juga menguraikan garis besar dan pokok rancangan perubahan APBD Provinsi Sultra tahun anggaran 2020, yang meliputi tiga komponen utama yaitu pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.
Ia merincikan, untuk komponen pertama, yakni pendapatan daerah mengalami perubahan dari perkiraan sebelumnya. Secara keseluruhan target pendapatan daerah pada tahun 2020 semula sebesar Rp. 4,432 triliun, berubah menjadi Rp. 4,008 triliun, berkurang sebesar Rp 424,619 milyar, atau turun sebesar 9,58 persen.
“Pendapatan daerah yang besumber dari PAD mengalami perubahan, semula ditargetkan sebesar Rp. 1,224 triliun, berubah menjadi Rp. 964,867 milyar, atau mengalami penurunan sebesar 21,19 persen,” katanya.
Perubahan target tersebut, lanjutnya, berasal dari komponen pajak yang mengalami penurunan target perolehan dari semula direncanakan sebesar Rp. 984,253 milyar berubah menjadi Rp 781,688 milyar atau berkurang sebesar Rp 202,564 milyar, atau turun sebesar 20,58 persen.
“Penurunan tersebut bersumber dari pajak kendaraan bermotor turun 14,56 persen, bea balik nama kendaraan bermotor 24,10 persen, serta pajak bahan bakar kendaraan bermotor 4,15 persen,” paparnya.
Sementara itu, PAD yang bersumber dari retribusi daerah mengalami penurunan sebesar 5,96 persen, berasal dari restribusi jasa usaha turun sebesar 6,60 persen, sedangkan restribusi jasa perizinan tertentu mengalami peningkatan sebesar 27,78 persen.
Sementara itu, untuk komponen PAD lainnya yang mengalami penurunan, adalah PAD yang sah sebesar 34,01 persen. Disisi lain penerimaan pendapatan dari BLUD RSU Bahteramas, juga mengalami penurunan sebesar 37,02 persen.
“Penerimaan tersebut sebagian besar bersumber dari klaim BPJS. Sementara itu, untuk pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan berupa dana alokasi umum, bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak serta dana alokasi khusus juga mengalami penurunan,” ujarnya.
Sumber pendapatan lainnya adalah, lain-lain pendapatan daerah yang sah berasal dari hibah pemerintah pusat turun sebesar 4,10 persen, yang bersumber dari hibah program readsi dan program hibah jalan daerah, sementara dana penyesuaian otonomi khusus dari pemerintah pusat juga mengalami penurunan.
Ali Mazi juga menjelaskan, kebijakan pemerintah pusat terkait dana perimbangan yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2020 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2020 tentang perubahan postur dan rincian anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2020, mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaian terhadap kebijakan dimaksud.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa ketentuan tersebut telah membawa perubahan besar, khususnya pada penerimaan daerah dari dana transfer. Sementara disisi lain, dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan pendapatan asli daerah mengalami penurunan yang cukup signifikan dari perkiraan sebelumnya,” paparnya.
Selanjutnya untuk komponen kedua yaitu belanja daerah, secara keseluruhan, belanja daerah mengalami perubahan, semula direncanakan sebesar rp. 5,757 triliun, berubah menjadi Rp. 4,785 triliun, berkurang sebesar Rp. 971,414 milyar, atau turun 16,87 persen.
Pemanfaatan belanja yang ada dipergunakan untuk membiayai prioritas pembangunan daerah yang telah disepakati bersama dalam kebijakan umum serta prioritas dan plafon anggaran sementara perubahan APBD tahun anggaran 2020.
Secara teknis prioritas pembangunan dimaksud dilaksanakan oleh seluruh organisasasi perangkat daerah, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing masing, baik itu dalam bentuk belanja tidak langsung, maupun belanja langsung. sampai dengan tahun anggaran ini berakhir.
Untuk belanja tidak langsung semula direncanakan sebesar Rp. 2,499 triliun, berubah menjadi Rp. 2,524 triliun, mengalami kenaikan sebesar 1,04 persen. kenaikan tersebut, antara lain disebabkan oleh belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota naik sebesar 0,59 persen.
Sementara itu, belanja bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota, naik sebesar 26,35 persen, dan kenaikan tertinggi adalah belanja tidak terduga naik sebesar 237,95 persen.
Untuk item belanja pegawai juga mengalami penurunan sebesar 2,97 persen. sementara itu, komponen belanja tidak langsung lainnya yaitu belanja bunga tidak mengalami perubahan.
Di sisi lain, untuk belanja langsung juga mengalami perubahan, semula direncanakan sebesar Rp. 3,258 triliun, berubah menjadi Rp. 2,260 triliun, atau turun sebesar 30,61 persen.
Belanja langsung yang dipergunakan untuk belanja pegawai yang semula sebesar Rp. 136,650 milyar, berubah menjadi Rp. 158,082 milyar, atau mengalami kenaikan sebesar 15,68 persen.
“Belanja pegawai tersebut, akan digunakan untuk membayar honorarium pns yang sifatnya lintas OPD maupun melibatkan lembaga lain, honorarium non pns, honorarium kegiatan, serta honorarium jasa pelayanan BLUD, ” jelas Ali.
Sementara itu, belanja barang dan jasa semula direncanakan sebesar RP. 800,549 milyar, berubah menjadi Rp. 768,803 milyar, mengalami penurunan 3,97 persen. Sedangkan belanja modal semula direncanakan sebesar Rp. 2,320 triliun, berubah menjadi Rp. 1,333 triliun, atau mengalami penurunan 42,53 persen.
“Khusus untuk belanja langsung berupa obyek belanja barang dan jasa maupun modal, dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan yang tersebar di seluruh organisasi perangkat daerah, yang manfaatnya diharapkan dapat dirasakan langsung dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Ali Mazi menyebutkan secara keseluruhan perubahan belanja daerah akan diprioritaskan untuk membiayai program kegiatan prioritas yang ditujukan untuk pencapaian target pembangunan Sultra dalam RPJMD.
Program dan kegiatan yang sifatnya fisik difokuskan untuk menyelesaikan kegiatan yang belum rampung dan yang diharapkan dapat memberikan multiplier effect terhadap peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di Sultra.
Untuk kegiatan non fisik, difokuskan untuk penyusunan dokumen perencanaan dan desain, serta kajian lingkungan untuk pembangunan fisik pada tahun 2021, serta tetap memprioritaskan program dan kegiatan percepatan penanganan Covid-19.
Terakhir untuk komponen ketiga dalam struktur APBD, yaitu pembiayaan daerah, juga mengalami perubahan. Penerimaan pembiayaan semula direncanakan sebesar Rp. 1,350 triliun, berubah menjadi Rp. 788,478 milyar, berkurang sebesar Rp. 561,795 milyar, atau turun sebesar 41,61 persen.
“Penurunan tersebut, bersumber dari penerimaan pinjaman daerah, serta penyertaan modal. sedangkan pengeluaran pembiayaan juga mengalami penurunan sebesar 57,69 persen,” pungkasnya.