JAKARTA – Sejumlah Pemuda Muhammadiyah dan masyarakat lakukan aksi unjuk rasa didepan gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam aksinya, mereka menolak atas diberlakukannya ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan oleh MK berdasarkan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu 2019.
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Virgo Sulianto menyampaikan, Pemilu bukan lagi pesta demokrasi pasalnya kini hak-hak telah dibatasi atas diberlakukannya ambang batas pencapresan (Presidential Threshold) pada Pemilu 2019 nanti.
“Kami menilai ambang batas ini merampas nalar kita, merampas demokrasi kita,” kata Virgo didepan Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2018).
Selian itu, Virgo juga meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar abang batas pencapresan dihapuskan sebab, ia menilai hal tersebut tidak sesuai dengan hak-hak demokrasi.
“Kami meminta kepada Mahkamah Konstirusi yang mulia agar ambang batas pencapresan tersebut segara dihapuskan” Imbuhnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak menyebutkan demokrasi saat ini mengalami kabar duka dengan adanya ambang batas.
“Itu jelas bertentangan dengan nalar sehat, ini penghinaan buat nalar sehat kita,” kata Dahnil kepada awak media (8/8).
Dia menjelaskan, penetapan Presidensial Threshold (PT) sarat dengan pembohongan publik. Sebab, pemilih di tahun 2014 tidak tahu bahwa suaranya akan dipakai juga dalam pencalonan presiden di tahun 2019.
“Kami memilih di tahun 2014, kami tidak tahu kalau suara kami itu buat ambang batas di 2019, ini pembohongan,” tegasnya.
Dahnil, berharap agar MK menerima gugatan pemohon untuk membatalkan ambang batas yang mewajibkan Parpol atau gabungan Parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan Capres dan Cawapres pada pilpres 2019.
“Hakim MK harus mengembalikan hak-hal demokrasi rakyat Indonesia dengan membatalkan ambang batas 20 persen itu,” tandasnya.(a)