Editor : Taya
KENDARI – Sebanyak 45 organisasi perempuan di Sulawesi Tenggara (Sultra) mendeklarasikan menolak segala bentuk radikalisme dan terorisme di wilayah Sultra. Mereka juga menolak lahir serta munculnya berita hoks dan masalah SARA.
Deklarasi tersebut disampaikan saat acara workshop pelibatan perempuan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme Badan Nasional Pencegahan Terorisme bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sultra di salah satu hotel di Kendari, Kamis (11/7/2019).
Kepala Subdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT Dr. Hj Andi Intan Dulung mengatakan, perempuan sangat berperan penting dalam mencegah timbulnya paham radikalisme di lingkungan keluarga bahkan masyarakat.
“Kasus bom Surabaya dan Sibolga secara jelas menunjukkan kepada kita betapa militansinya seorang ibu rumah tangga yang rela mengorbankan nyawanya lewat aksi bom bunuh diri,” ujarnya.
Dari peristiwa tersebut, kata Andi Intan membuka mata semua orang kalau seorang istri itu lebih militan dibanding suaminya. Mereka rela mengorbankan jiwanya bahkan bersama anak-anaknya melakukan bom bunuh diri tanpa rasa takut sedikitpun.
Menurutnya, kearifan lokal yang selama ini dikawal tokoh masyarakat merupakan salah satu unsur untuk mencegah timbulnya paham radikalisme di lingkungan masyarakat khususnya di daerah.
Hadirkan Deportan Syuriah
Workshop yang bertemakan perempuan agen perdamaian juga menghadirkan salah seorang Deportan Syuriah yang pernah direkrut organisasi ISIS, Febri Ramdhani (20).
Kurun waktu 2016-2017, Febri keluar masuk wilayah Syuriah menjadi seorang simpatisan, meski tidak sempat mengikuti wajib militer. Sepanjang perjalanannya bergabung dengan kelompok ISIS semuanya yang dijanjikan seperti jaminan hidup sejahtera dengan menerima aneka fasilitas dengan mudah ternyata jauh dari harapan.
“Semua janji yang pernah kita baca atau tonton lewat berbagai media sosial maupun komunikasi secara personal hanyalah sebuah ilusi. Semuanya jauh dari harapan dan kenyataan,” kenangnya.